Tuntut Statuta Universitas Indonesia Dicabut, BEM UI Kembali Demonstrasi

Tuntut Statuta Universitas Indonesia Dicabut, BEM UI Kembali Demonstrasi
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI kembali menggelar aksi unjuk rasa menuntut pembatalan Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2021 tentang Statuta UI pada Jumat, 22 Oktober 2021.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia, Leon Alvinda mengatakan, aksi kembali digelar karena dalam aksi sebelumnya pada
12 Oktober lalu, rektor tidak menemui massa aksi.

"Menindaklanjuti hal tersebut, aliansi BEM se-UI akan melakukan aksi kembali pada hari ini, pukul 14.00 di Gedung Rektorat UI. Estimasi massa 100 orang," ujar Leon, Jumat, 22 Oktober 2021.

Adapun aksi ini memiliki tajuk "Piknik Bersama Cabut Statuta" yang bertujuan untuk menuntut pencabutan revisi Statuta UI. Aksi akan diisi dengan penampilan teatrikal dari Brigade UI dan mimbar bebas untuk berorasi santai.

Menurut Leon, isi tuntutan aksi demonstrasi ini masih sama dengan aksi sebelumnya dan pernyataan sikap dari Gerakan UI Peduli di bulan Juli lalu.

Adapun, Gerakan UI Peduli merupakan gabungan dari unsur mahasiswa, guru besar, dosen, dan tenaga kependidikan UI.


Dalam aksi kali ini, Leon juga berharap Rektor UI Ari Kuncoro dapat menerima aspirasi dan mendatangi para peserta massa aksi.

Tuntutan mereka masih sama, yakni pencabutan Statuta UI didasarkan pada beberapa alasan berikut ini:

1. Statuta UI hasil revisi dianggap bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya, yaitu Pasal 33 UU No 19/2003 tentang BUMN, Pasal 5 UU No. 5/2014 tentang ASN, Pasal 42-43 UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik.

2. Proses revisi PP tentang Statuta UI itu juga dinilai tidak benar, tidak jujur dan tidak transparan. Prosesnya, mulai dari penyusunan, perumusan hingga pengundangannya penuh kebohongan publik. Beberapa redaksi dan materi muatan pasal-pasal dalam PP No.75/2021 secara jelas dan nyata berbeda dan menyimpang dari naskah rancangan yang semula disepakati bersama oleh keempat Organ UI (MWA, Rektor, SAU dan DGBU) pada 26 Juni 2020.

3. Otoriter dan sentralistik karena memberi Rektor kewenangan sangat besar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kegiatan akademik, dengan cara menghapus good university governance. Di antaranya dengan berhak mengangkat dan/atau memutuskan jabatan akademik, termasuk jabatan fungsional Peneliti, Lektor Kepala, dan Guru Besar (Pasal 41 ayat 5) yang tidak diamanatkan Undang-Undang No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi; Berwenang memberikan atau mencabut gelar kehormatan, gelar akademik, dan penghargaan akademik berdasarkan pertimbangan Senak Akademik saja (Pasal 41 ayat 4), yang semula menjadi kewenangan Dewan Guru Besar sebagai panel kepakaran.

4. Kapitalis dengan mengeliminir peran UI dalam mengemban tanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa, juga meminimalkan fungsi sosial kemasyarakatan UI. PP 75/21 mengancam inklusifitas pendidikan dengan menghapus kewajiban UI untuk mengalokasikan beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu secara ekonomi dan atau memiliki prestasi akademik yang baik minimal 20 persen dari jumlah mahasiswa ( Pasal 11 ayat (5) PP 68).***