Transparansi Data jadi Masalah Tangani Covid-19 di Indonesia

Transparansi Data jadi Masalah Tangani Covid-19 di Indonesia
Lihat Foto
WJtoday,Bandung - Keterbukaan maupun pencatatan data atau informasi dalam penanganan wabah virus corona baru (Covid-19) di Indonesia belum baik. Padahal, keberadaannya penting untuk penerapan epidemiologi, sehingga proses penyebarannya dapat efektif ditekan.

"Untuk data, ini memang menjadi persoalan," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP IAKMI), Ede Surya Darmawan, melalui konferensi web, Kamis (2/4).

Data merupakan instrumen penting dalam melacak penyebaran penyakit. Setidaknya informasi tentang riwayat pasien bagi petugas surveilans, bermanfaat untuk melakukan pelacakan orang-orang berpotensi terjangkit.

Anggota Tim Satgas Covid-19 IAKMI, Budi Haryanto, menerangkan, penelusuran kasus (tracing) dilakukan berdasarkan tiga prinsip. Waktu, tempat, dan orang.

Saat seorang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) masuk rumah sakit (RS), pendekatan itu mestinya telah dilakukan. Yang bersangkutan telah diwawancarai petugas surveilans.

"(Pertanyaan seperti) gejala berapa lama, sejak kapan, kontak dengan siapa saja, pergi ke mana saja. Dari situ (jawaban pasien), kita bisa lakukan tracing," tuturnya.

Kementerian Kesehatan Vietnam mempublikasikan riwayat pasien positif Covid-19. Twitter/@bilgeeser


Dirinya mengaku, penelusuran tersebut bukan perkara mudah dilakukan kala negara telah menetapkan status darurat kesehatan―sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020 tertanggal 31 Maret 2020. 

"Ini rumit," ungkapnya.

Meski begitu, menurut Budi, surveilans sukses diterapkan di Singapura. Pemerintah setempat melibatkan detektif kepolisian.

Di sana, lanjut dia, petugas surveilans mendapatkan 900 orang yang pernah kontak dengan pasien positif terinfeksi virus SARS-CoV-2. Kemudian hasilnya "dilaporkan ke yang berwenang di rumah sakit."

Singapura selanjutnya meminta orang-orang yang memiliki riwayat dengan pasien Covid-19 untuk mengikuti tes cepat (rapid test). Sayangnya, IAKMI menduga, pemerintah Indonesia akan menghindari cara itu, mengingat besarnya biaya yang dibutuhkan.

"Dengan cara-cara seperti ini, cost luar biasa. Di Indonesia akan dihindari," ucapnya. Namun, Budi mengingatkan, "Demi percepatan penangan, maka harus dilakukan."

Selain penelusuran kontak dan transparansi data, IAKMI juga mendorong tes cepat tepat sasaran. Setidaknya menyasar pihak-pihak yang mempunyai kontak dengan pasien terpapar, baik orang dalam pemantauan (ODP), PDP, maupun tanpa gejala (OTG).

"Mereka-merekalah yang harus menjadi prioritas," tegasnya. Sayangnya, praktik di lapangan belum dilakukan seutuhnya.

Petugas Dinkes Kota Depok melakukan tes cepat Covid-19 kepada pengguna kendaraan dengan sistem lantatur di Cimanggis, Kota Depok, Jabar, Minggu (29/3/2020). Foto Antara/Muhammad Adimaja


"Rapid test enggak boleh sembarangan. Harus berdasarkan studi epidemiologis," sahut Anggota Tim Satgas Covid-19 IAKMI lainnya, Dono Widiatmoko, pada kesempatan sama.

IAKMI pun mendorong pemerintah secara konsisten dan segera penguatkan laboratorium untuk deteksi Covid-19 dengan metode reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR) secara langsung se-Tanah Air. 

Juga mesti menjamin akses dan layanan medis bagi yang membutuhkan dan kelengkapan fasilitas kesehatan (faskes), termasuk alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis.

Siapkan relawan
Atas pertimbangan itu serta penetapan status darurat kesehatan, IAKMI siap mengerahkan 1.214 relawan. Nantinya ditugaskan sebagai tenaga surveilans.

Berdasarkan data yang masuk pada 2 April, baru sekitar 300 relawan yang berpartisipasi. Diproyeksikan mencapai 500-600 orang pada hari ini (Jumat, 3/4).

Para relawan tersebut telah dilatih IAKMI sebelumnya. Mereka kelak ditugaskan di rumah sakit se-Indonesia di bawah koordinasi Dinas Kesehatan (Dinkes).

Dengan adanya relawan itu, IAKMI berharap, pencatatan data di lapangan bagus dan segera terkoneksi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

 "Karena (sampai) sekarang, masih banyak data belum kita dapat dengan detail," tutup Budi.***