Tidak Hanya untuk Medis, Ganja di Thailand Jadi Wisata dan Kuliner

Tidak Hanya untuk Medis, Ganja di Thailand Jadi Wisata dan Kuliner
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Tiga bulan setelah ditandatangani Menteri Kesehatan Thailand Anutin Charnvirakul, kebijakan legalisasi ganja resmi berlaku. Sejak 9 Juni, ganja turun dari daftar narkotika yang dilarang dikonsumsi. 

Warga di negara tersebut bahkan bebas menanam ganja dalam jumlah tak terbatas di rumah mereka.

Kabar mengenai legalisasi ganja itu diumumkan langsung oleh Menkes Anutin via Facebook, sehari sebelumnya. Ketika itu, Anutin bahkan menjanjikan satu juta bibit gratis bagi warga yang berniat membudidaya ganja. 

"Kita harus tahu bagaimana menggunakan kanabis (ganja). Jika kita punya kesadaran yang tepat, kanabis itu seperti emas. Dia sesuatu yang berharga dan harus dipromosikan," sebut Menkes Anutin seperti dikutip dari Al Jazeera.  

Dengan kebijakan teranyar itu, polisi tak bisa lagi menangkap warga yang mengantongi ganja di saku celana mereka. Sebanyak 4.200 narapidana yang dibui lantaran tersangkut kasus kepemilikan dan konsumsi ganja langsung dibebaskan. 

Meski begitu, tak semua jenis ganja bisa dikonsumsi. Kanabis dengan kandungan tetrahydrocannabinol (THC) di atas 0.2% masih dikategorikan sebagai narkotika. THC merupakan senyawa psikoaktif dalam kanabis yang bisa bikin penggunanya teler. 

Ganja juga tidak boleh dikonsumsi di ruang publik. Anutin mengingatkan ada sanksi pidana penjara hingga tiga bulan dan denda 25 ribu baht bagi warga atau turis asing yang sembarangan mengonsumsi ganja di tempat-tempat terbuka. 

"Jika turis datang ke Thailand untuk mengisap ganja secara bebas, itu salah. Jangan datang. Kami tidak akan menerima kamu jika kamu hanya datang ke negara ini untuk tujuan itu," kata politikus Bhumjaithai Party itu. 

Pengumuman mengenai legalisasi ganja itu dirayakan warga Thailand. Di Highland Cafe, warga setempat dilaporkan antre untuk membeli ganja dan kuliner berbahan ganja. 

Didirikan oleh para aktivis pendukung gerakan legalisasi ganja pada 2019, Highland ialah kafe pertama bertema kanabis di Bangkok. 

"Kini, saya bisa terang-terangan menyatakan bahwa saya perokok ganja. Saya tidak perlu lagi bersembunyi seperti dulu saat itu (ganja) masih dikategorikan obat terlarang," ucap Rittipong Bachkul, 24 tahun, salah satu pengunjung Highland Cafe. 

Toko-toko yang menjual ganja mentah juga kebanjiran pengunjung. Salah satunya ialah Sukhumweed. Berlokasi di pinggiran kota Bangkok, Sukhumweed didirikan Soranut "Beer" Masayavanich. Kini berusia 37 tahun, Beer ialah mantan aktor cilik yang kariernya hancur lantaran kedapatan mengonsumsi ganja. 

"Saya tidak percaya itu (legalisasi ganja) terjadi hari ini. Saya sebenarnya menangis dalam perjalanan ke sini (Sukhumweed). Banyak tangisan bahagia," tutur pria yang sudah lebih dari 20 tahun mengampanyekan legalisasi ganja itu. 

Sejak 2018, ganja diperbolehkan digunakan untuk keperluan medis di Thailand. Meski begitu, publik Thailand ternyata sudah sangat familiar dengan beragam produk ganja di luar yang terkait medis. Itu setidaknya terekam dalam survei yang dirilis YouGov pada Februari 2022. 

Melibatkan sekitar 2.000 responden, sigi lembaga riset dan analisis itu menemukan hampir setengah warga Thailand menggunakan produk berbasis ganja dalam dua tahun terakhir. Sebanyak 73% responden mengaku berniat mengonsumsi produk-produk turunan kanabis dalam setahun ke depan.  ***