Terpuruk Akibat Pandemi, PHRI Jabar: Ada Karyawan Enam Bulan Kerja Tanpa Digaji

Terpuruk Akibat Pandemi, PHRI Jabar: Ada Karyawan Enam Bulan Kerja Tanpa Digaji
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Bisnis perhotelan menjadi salah sektor usaha yang belum menunjukan tanda-tanda pemulihan setelah terdampak pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari setahun.

Pandemi membuat masyarakat takut untuk berlibur ke kota lain. Dampaknya, jumlah wisatawan yang menginap di hotel terus merosot, dan bertambah parah seiring pembatasan perjalanan dan persyaratan ketat untuk datang ke kota lain.

Bagaimana bisnis perhotelan bisa terus bertahan di tengah situasi ini? 

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Herman Muchtar berharap pandemi ini enggak terus berlarut. Berharap akan selesai Juli lalu, ternyata enggak.

Sekarang kondisi belum berubah, malah saat adanya pembatasan gerakan masyarakat dari satu kota ke kota lain membuat okupansi hotel di bawah 1 digit. Sekarang belum ada kepastian bagaimana kondisi setelah Lebaran.

Selain itu akibat pandemi, jumlah hotel di Jabar yang tutup atau bangkrut.

"Kita mendata pada Juni 2020 ada 560 hotel tutup, 280 restoran tutup, dan 18 ribu karyawan dirumahkan. Sekarang ada hotel yang buka dan ada yang tidak, ada juga yang tidak buka sama sekali." katanya.

"Kalau lihat dampak Covid rata-rata di dunia mencapai 70 persen yang kena dampaknya, sementara itu hampir 60 persen sulit untuk bangkit di kondisi sekarang." tambahnya.

Herman Muchtar dan PHRI Jabar berharap dengan adanya Lebaran, hotel bisa menutupi gaji karyawan dan THR  yang diberikan. Karyawan yang masih bekerja ada, dan ada yang gajinya masih 60 persen,  ada juga yang kerja dua hari dan libur dua hari, dan ada juga yang dirumahkan.

"Bahkan ada anggota saya yang sudah enam bulan karyawannya enggak digaji tapi tetap bekerja. Itu artinya ada kerjasama antara pekerja dan pengusaha." katanya.

"Mereka tetap bertahan bagi hotel yang masih punya dana cadangan, ada aset yang bisa dijual. Melakukan efisiensi yang sangat ketat dengan pengurangan karyawan, mengurangi jam kerja, pengurangan upah dengan kesepakatan dengan karyawan, diskon harga yang sangat murah." tambahnya.

Adanya kebijakan dari pemerintah membuat pihak hotel sulit,  tapi ya kita harus taat karena pemerintah sudah paham persis.

Oleh karena itu, saya di Komite Pemulihan Ekonomi Jabar selaku wakil ketua harian mengatakan bahwa pengusaha mendukung, tapi yang paling penting bagaimana kita melaksanakan kebijakan itu dengan disipilin, tertib dan tegas.

Karena kalau tidak melakukan itu, pengusaha enggak melakukan disiplin protokol kesehatan maka situasinya akan jadi parah.

Saya usahakan semua dapat protokol kesehatan CHSE atau cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan), dan environment sustainability (kelestarian lingkungan). Saat ini pemilik CHSE baru ada 700 di Jabar.

Kebijakan pemerintah saat ini masih berakibat orang itu enggan keluar. Misal datang ke hotel ada rapat, saya juga kadang merasa enggan karena usia saya sudah 70 tahun, masih merawat ngeri dan  orang lain pun demikian. Jadi tamu hotel juga enggak ada yang datang.

Tapi, saya berharap pemerintah menjalankan aturannya dengan tegas, jangan pilih bulu. Anggota saya boleh diberi peringatan pertama dan peringatan kedua (kalau masih melanggar). Kalau sampai peringatan ketiga, tutup. Saya yang tanggung jawab.

Hal yang paling penting adalah menyadarkan masyarakat, jangan sampai kita awalnya zona merah, orange, kuning lalu enggak pake masker.

"Selama Lebaran sampai sekarang berarti hotel masih sepi pengunjung, hotel masih sepi karena orang berpikir dan takut, ada pemeriksaan di jalan apa enggak."

Kondisi hotel selama libur Lebaran memang ada kenaikan. Dari 17-24 Mei naik dikit. Kalau bicara rata-rata Jabar masih 10-15 persen.

"Sedangkan harapan kami okupansi jangan sampai kurang dari 40-50 persen. Di masa ini juga harga tarif hotel juga di bawah harga publish, harganya lebih murah." pungkasnya. ***(agn)