Soal Kebijakan PTM 100 Persen, KPAI Minta Tunggu 14 Hari Usai Libur Nataru

Soal Kebijakan PTM 100 Persen, KPAI Minta Tunggu 14 Hari Usai Libur Nataru
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, meminta pemerintah mempertimbangkan lagi kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di sekolah.

“Hal ini dengan mempertimbangkan meningkatnya kasus Omicron di Indonesia dan masyarakat baru usai liburan Natal dan tahun baru,” kata Retno dalam keterangannya, Rabu (5/1/2022).

Retno mengatakan, pemerintah setidaknya bisa menunggu 14 hari usai liburan akhir tahun dalam memberlakukan kebijakan PTM 100 persen, dengan kapasitas siswa di kelas 100 persen, dan masuk sekolah 100 persen atau 5 hari dengan 6 jam pelajaran per hari.

Dari hasil pengawasan KPAI di 3 SD dan 1 SMP di Jakarta, secara umum keempat sekolah memiliki kesiapan yang cukup tinggi. Hal itu termasuk capaian vaksinasi guru dan peserta didik.

Retno mengatakan, kesiapan sekolah dalam PTM juga telah dilakukan mulai dari penyiapan infrastruktur adaptasi kebiasaan baru, SOP, kerja sama dengan puskesmas terdekat, bahkan ada pendamping dari pengawas sekolah dan Kasatlak di masing-masing kecamatan sekolah.

Sosialisasi kepada pendidik maupun kepada orangtua peserta didik juga dilakukan melalui zoom meeting sebelum PTM 100 persen, dan saat pengambilan hasil belajar semester ganjil di sekolah. “Para orangtua peserta didik juga menyambut baik PTM, meskipun agak kaget ketika PTM-nya 100 persen dan 5 hari dalam seminggu,” katanya.

Retno melihat, SOP kedatangan siswa juga disiapkan dan dilaksanakan dengan baik, mulai dari penggunaan PeduliLindungi, ukur suhu badan, cuci tangan, memakai masker, dan pengaturan menuju kelas. Antrean cuci tangan juga diatur agar tidak terjadi penumpukan. Namun, begitu memasuki kelas, Retno menemukan bahwa ketentuan jaga jarak sulit diterapkan.

SOP kepulangan siswa juga disiapkan dengan baik, agar saat kepulangan tidak terjadi kerumunan. Namun, kata Retno, dari hasil pengawasan masih ada penumpukan, karena para orang tua siswa terlambat menjemput anak-anaknya.

“Sekolah sudah berusaha maksimal, namun para orangtua yang terlambat menjemput menjadi kendala dalam menghindari penumpukan,” ujar Retno.

Retno menemukan, ukuran ruangan kelas yang kecil dengan peserta didik antara 32-40 orang membuat jaga jarak yang ideal antara satu siswa dengan siswa lainnya di masa pandemi menjadi sulit dilakukan.

Padahal lamanya jam belajar ditambah, yang semula hanya 4 jam per hari menjadi 6 jam per hari. “Itu berarti, puluhan anak lebih lama berada di dalam ruangan bersama gurunya dalam jumlah cukup banyak,” kata dia.***