Soal Hukum Fatwa MUI, Alissa Wahid: Tak Mengikat Umat Islam di Indonesia

Soal Hukum Fatwa MUI, Alissa Wahid: Tak Mengikat Umat Islam di Indonesia
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Putri Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid atau Alissa Wahid mengatakan bahwa fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak bersifat mengikat layaknya hukum positif. Menurut Alissa, MUI bukanlah otoritas keagamaan tertinggi bagi umat Islam di Tanah Air.

Alissa juga menganggap MUI tak ubahnya lembaga swadaya masyarakat yang anggotanya tersusun dari berbagai latar belakang, bukan melulu ormas Islam.

"Berdasarkan data legal-formalnya, MUI adalah LSM. Anggotanya bukan Ormas Islam, tapi insan-insan dari berbagai latar belakang. Karena itu, MUI bukan seperti Darul Iftah, bukan otoritas keagamaan tertinggi umat Islam di Indonesia. Fatwanya tidak mengikat," tulis Alissa melalui akun Twitter pribadinya, Sabtu (20/11/2021).

Merespons hal itu, Sekjen MUI Amirsyah Tambunan meluruskan hal tersebut. Menurutnya MUI didirikan oleh sejumlah ormas Islam. Setidaknya ada sembilan ormas Islam yang berperan dalam pendirian MUI, termasuk Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

"Fungsinya banyak, memberi fatwa sesuai dengan visi misinya," kata Amirsyah kepada wartawan, Sabtu (20/11/2021).

Amirsyah mengatakan, fatwa MUI mengikat secara hukum Islam atau syari.

"Jadi pertama, fatwa MUI itu mengikat secara syari. Secara syari itu maksudnya hukum Islam," katanya.

Fatwa ini bisa saja diqanunkan menjadi hukum positif. Sebagaimana sejumlah fatwa yang berkenaan dengan keuangan dan perbankan. Setidaknya ada lebih dari 10 fatwa MUI yang diadopsi menjadi hukum positif di Tanah Air.

"Banyak fatwa-fatwa MUI yang sudah menjadi hukum positif. Misalnya fatwa-fatwa terkait dengan perbankan ya, bisa cek ya," ujar Amirsyah.

Amirsyah melanjutkan, fatwa MUI juga menjadi rujukan bagi pemerintah guna menentukan suatu aliran menyimpang dari ajaran Islam atau tidak.

"MUI itukan majelis ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama dan cendekiawan. Jadi dia merupakan wadah musyawarah bersama di situ ada ulama, unsur pemerintah dan para cendekiawan, musyawarah untuk menetapkan persoalan-persoalan keumatan dan kebangsaan ya," kata dia.***