Soal Dugaan Pidana Lili Pintauli, Dewas KPK Sebut Tidak Ada Ketentuannya Kami Harus Melapor

Soal Dugaan Pidana Lili Pintauli, Dewas KPK Sebut Tidak Ada Ketentuannya Kami Harus Melapor
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait desakan publik agar Dewas melaporkan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ke aparat penegak hukum karena dianggap sudah masuk ke dalam ranah pidana.

Menanggapi hal ini, anggota Dewas KPK Harjono memandang Dewas tak memiliki kapasitas untuk melaporkan. Klaim Harjono bahwa meski hasil pemeriksaan kode etik Lili dijatuhi sanksi berat.

"Kalau itu bukan delik aduan enggak usah (desak) Dewas harus melapor-melapor," ucap Harjono saat dikonfirmasi, Jumat (3/9/2021).

Menurut Harjono, Dewas KPK menyerahkan kepada masyarakat ataupun Novel bila memang adanya unsur pidana dalam pelanggaran etik Lili silakan melapor ke aparat penegak hukum.

Dewas mengklaim sudah cukup memeriksa Lili dengan dijatuhi sanksi berat dalam melakukan komunikasi dengan pihak berperkara yakni Wali kota Tanjung Balai M Syahrial untuk kepentingan pribadinya.  

"Dewas tidak ada ketentuan untuk melakukan pelaporan," imbuhnya.

Sebelumnya, Novel selaku pelapor meminta Dewas KPK melaporkan Lili  ke institusi penegak hukum atas sanksi berat terkait pelanggaran kode etik.

"Dewan Pengawas melaporkan Pimpinan KPK LPS (Lili Pintauli Siregar) secara pidana kepada penegak hukum," kata Novel dalam keterangannya, Kamis (2/9/2021).

Menurut Novel, sudah sangat menjadi prinsip dasar bagi lembaga pengawas termasuk BPKP, BPK, dan lembaga pengawas lain, bahwa apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, lembaga pengawas wajib melaporkannya ke pihak yang berewenang atau penegak hukum.

Apalagi, pemeriksaan pelanggaran kode etik Lili, sudah sampai menghasilkan sanksi berat. Dewan Pengawas sebagai Pemeriksa dan Majelis Etik telah mengetahui secara jelas bahwa Lili telah terbukti secara sah melanggar.

"Artinya, perbuatan Lili adalah sebagai dugaan tindak pidana. Maka dari itu, Dewan Pengawas seharusnya juga melaporkan perbuatan LPS tersebut kepada penyelidik atau penyidik (penegak hukum)," katanya. 

Dalam putusan Dewas KPK, Lili terbukti bersalah melakukan pelanggaran etik dengan dijatuhi sanksi berat.

"Menghukum terperiksa (Lili Pintauli Siregar) dengan saksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan," kata Tumpak dalam sidang putusan kode etik, Senin (30/8/2021).

Menurut Tumpak, Lili bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa menyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK.

Adapun hal memberatkan terhadap sanksi berat yang dijatuhkan kepada Lili, Terperiksa tidak menunjukan penyesalan atas perbuatannya. Kemudian, terperiksa Lili juga selaku pimpinan KPK seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam pelaksanaan IS KPK.

"Namun terperiksa melakukan sebaliknya," ucap Tumpak.

Sementara itu, hal meringankan terperiksa Lili mengakui segala perbuatannya dan belum pernah dijatuhi sanksi etik.

Hal ini memperhatikan ketentuan tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Pasal 4 ayat (2) huruf b dan Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK dan peraturan lain yang berkaitan dengan perkara ini.

Sementara itu, Ditemui usai Sidang Etik, Lili Pintauli Siregar terlihat pasrah dijatuhkan sanksi berat oleh Dewas KPK dalam pelanggaran kode etik yang dilaporkan oleh penyidik senior KPK nonaktif Novel Baswedan Cs.

Lili ditemui oleh awak media setelah mendengarkan putusan sidang etik yang dibacakan oleh Ketua Majelis Etik Tumpak H. Panggabean di Gedung KPK Lama, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (30/8/2021).

Lili pun hanya merespon singkat atas putusan dewas dengan memotong gajinya sebesar 40 persen selama 12 bulan.

"Saya menerima tanggapan dewas saya terima. Tak ada upaya- upaya lain, saya terima. terima kasih ya," ucap Lili saat hendak menuju mobilnya, di Gedung KPK Lama, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (30/8/2021).***