Serikat Buruh Jabar Tolak SE Menaker Tentang Kelonggaran Perusahaan Bayar THR

Serikat Buruh Jabar Tolak SE Menaker Tentang Kelonggaran Perusahaan Bayar THR
Lihat Foto
WJtoday, Bandung - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah merilis surat edaran (SE) mengenai pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) di tengah COVID-19. 

Isi dari SE tersebut adalah Menaker meminta kepada Gubernur memastikan seluruh perusahaan membayar THR sesuai atura ketenegakerjaan yang berlaku. Apabila perusahaan menyatakan sulit membayar THR maka harus ada proses dialog antara pihak pengusaha dan para pekerja, dilandasi rasa kekeluargaan dan informasi yang utuh tentang kondisi keuangan terkini.

SE tersebut bernomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19).

Melihat hal tersebut, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Roy Jinto Ferianto menegaskan menolak Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tersebut.

Pihaknya meminta SE tersebut untuk dicabut dan direvisi disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.

"Kondisinya saat ini perusahaan menekan buruh agar menerima THR ditunda atau dicicil dengan dasar surat edaran tersebut. Kalau tidak mau ditunda dan dicicil pembayaran THR nya, pengusaha mengancam akan melakukan PHK bahkan menutup pabrik," tegas Jinto kepada wjtoday.com, Kamis (7/5/2020).

Jinto menilai hal tersbeut membuat buruh sangat tertekan dan dilematis. Menurutnya kebijakan pemerintah sangat merugikan buruh, dan pemerintah memberikan perlindungan kepada pengusaha untuk melanggar aturan yang dibuat pemerintah itu sendiri.

"Pandemi ini dimanfaatkan oleh pengusaha untuk tidak melaksanakan hak-hak buruh sesuai ketentuan yang berlaku," katanya.

Pihaknya menjelaskan Surat Edaran tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Ketengakerjaan RI Nomor  6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan. 

"Dimana dalam ketentuan tersebut THR wajib dibayarkan kepada pekerja/buruh paling lambat 1 (satu) minggu sebelum hari raya. Apabila perusahaan terlambat membayar THR kepada pekerja/buruh, maka perusahaan dikenakan sanksi denda 5% dari kewajiban THR yang akan dibayarkan. Serta dalam ketentuan PERMENAKER tersebut menyatakan THR harus dibayar secara tunai dan sekaligus," tegasnya.

Menurutnya oleh karena itu pembayaran THR tidak boleh ditunda maupun dicicil, sehingga Surat Edaran yang dikeluarkan tersebut bertentangan dengan permenaker tentang THR.

"Dengan adanya Surat Edaran tersebut justru akan menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan pembayaran THR 2020 di perusahaan. Perusahaan akan memaksakan kehendak untuk menunda dan mencicil pembayaran THR kepada pekerja/buruh," paparnya.
 
Jinto menilai Surat Edaran tersebut sangat jelas memperlihatkan keterpihakan pemerintah kepada pengusaha dengan mengorbankan hak buruh.

"Dengan ditunda atau dicicilnya pembayaran THR kepada buruh pada kondisi pandemi Covid-19, sudah barang tentu buruh tidak mendapatkan penghasilan untuk mempertahankan hidupnya," katanya.

Karena menurutnya dengan banyaknya buruh yang dirumahkan, dengan upah hanya sebagian besar 25% sebulan, bahkan ada yang tidak dibayar upahnya ditambah lagi pembayaran THR nya ditunda atau dicicil, bagaimana buruh akan hidup bagaimana kondisi seperti ini.

"Fakta ini membuktikan pemerintah mengorbankan buruh untuk kepentingan pengusaha," pungkasnya. ***