Sebelum Kudeta, Militer Myanmar Sempat Akan Kosongkan Rekening di AS

Sebelum Kudeta, Militer Myanmar Sempat Akan Kosongkan Rekening di AS
Lihat Foto
WestJavaToday.com - Militer Myanmar ternyata sempat mencoba mengosongkan rekening berisi US$1 Miliar atau sekitar Rp14,3 triliun di Amerika Serikat sebelum terjadi kudeta militer di negara tersebut.

Hal itu dilaporkan oleh kantor berita Reuters, Militer Myanmar mencoba mengosongkan rekeningnya pada 4 Februari lalu atau tiga hari setelah kudeta dimulai. Untungnya, pemerintah Amerika berhasil mencegah pengosongan tersebut atas perintah Presiden Joe Biden.

Menurut tiga pejabat pemerintah Amerika, yang enggan disebutkan namanya, upaya pengosongan tersebut dilakukan junta militer lewat Bank Sentral Myanmar. Ketika Federal Reserve mengetahui adanya upaya transaksi itu, kata mereka, The Fed langsung mengulurnya untuk melapor ke Joe Biden dan meminta arahan.

"The Fed melakukan pemblokiran begitu Presiden Joe Biden mengeluarkan perintah eksekutif blokir hingga waktu yang belum ditentukan," ujar salah satu sumber, dikutip dari Reuters, Jumat, 5 Maret 2021.

Sumber lainnya menjelaskan, mengulur transkasi Myanmar relatif mudah karena mereka sudah berada dalam pantauan Amerika. Sejak tahun lalu, kata ia, Myanmar masuk dalam daftar abu-abu Amerika karena diduga melakukan pencucian uang. Kekhawatiran Amerika, transaksi yang terjadi akan berkaitan dengan aktivitas-aktivitas ilegal.

Dengan masuknya Myanmar ke daftar abu-abu, segala transaksi oleh pemerintah setempat mendapat pengawasan dan pemeriksaan yang lebih ketat. Kebetulan, saat itu, Militer Myanmar baru saja melakukan kudeta dan mengganti kepala Bank Sentral-nya yang semakin memperkuat alasan kehati-hatian The Fed.

Seperti diberitakan sebelumnya, setelah memulai keudeta, Militer Myanmar memecat seluruh pejabat pemerintahan untuk kemudian mereka ganti dengan orang-orang pilihannya. Bank Sentral adalah salah satu pos yang mereka ganti pemimpinnya. Bahkan, Gubernur Bank Sentral sebelumnya, Bo Bo Nge, mereka tangkap.

"Ketika dirasa perlu, bagian legal dari Bank Sentral dan Layanan Akun Internasional (bagian dari The Fed) bisa berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk meminta arahan soal situasi terbaru (dari pemilik akun) dan apa dampaknya," ujar sumber terkait.

Federal Reserve di New York menolak berkomentar soal kabar pengosongan rekening Militer Myanmar tersebut. Sikap senada juga ditunjukkan oleh Kementerian Keuangan Amerika. Militer Myanmar apalagi, mereka relatif tertutup sejak menerima sanksi dari Amerika.

Adapun Presiden Joe Biden, pada 10 Februari 2021, sempat menyinggung hal itu. Saat itu, ia menyatakan bahwa Amerika akan mencegah Militer Myanmar secara ilegal mengambil uang senilai US$1 miliar di Amerika. Ia menyebutnya sebagai uang Pemerintah Myanmar. Sehari sesudahnya, Joe Biden memerintahkan pembekuan seluruh aset junta militer Myanmar.

Amerika sudah menjatuhkan berbagai hukuman atau sanksi ke Myanmar. Beberapa di antaranya secara spesifik menyasar figur-figur Militer Myanmar. Adapun sanksi terbaru adalah pemblokiran aktivitas dagang Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, dan dua konglomerasi Militer Myanmar.

Sanksi terbaru itu sebagai respon atas pembantaian yang terjadi di Myanmar akhir-akhir ini. Menurut laporan Kantor HAM PBB, Militer Myanmar sudah membunuh 54 orang dan menangkap lebih dari 1700 orang selama kudeta berlangsung.***