Riset: 'Mantan' Pasien Covid-19 Alami Penurunan Kecerdasan dan IQ

Riset: 'Mantan' Pasien Covid-19 Alami Penurunan Kecerdasan dan IQ
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Menurut riset terbaru, mantan pasien terpapar virus Corona atau Covid-19 terbukti mengalami penurunan kecerdasan dan IQ. Temuan ini pun menyoroti gangguan kesehatan jangka panjang virus corona, atau biasa dikenal sebagai Long Covid-19, bagi penyintasnya.
 
Riset tersebut tak hanya menemukan penurunan kecerdasan pada pasien Covid-19 yang telah dirawat di rumah sakit, tetapi juga pada mantan pasien yang tidak dirawat di rumah sakit. Penelitian ini telah terbit di jurnal The Lancet, dikutip Senin (26/7/2021).

Dalam penelitian tersebut, para peneliti hendak mengkonfirmasi hubungan Covid-19 dan kinerja kognitif pasien Corona. Riset ini mencakup 81.337 relawan yang diberi tes kecerdasan antara Januari dan Desember 2020. Dari seluruh sampel, 12.689 relawan melaporkan pernah mengalami Covid-19, dengan tingkat keparahan pernapasan yang bervariasi.

Setelah mengontrol faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan variabel lainnya, para peneliti menemukan bahwa mantan pasien corona yang telah sembuh Covid-19 cenderung mendapat nilai buruk pada tes kecerdasan dibandingkan dengan mereka yang tidak tertular virus Corona.

Penurunan kecerdasan terbesar mantan pasien corona umumnya terlihat pada tes yang membutuhkan penalaran, perencanaan, dan pemecahan masalah. 

Temuan ini sejalan dengan "laporan Long Covid, di mana 'kabut otak', kesulitan berkonsentrasi, dan kesulitan menemukan kata-kata yang benar adalah hal biasa (ditemukan pada penyintas Corona)," kata para peneliti.

Para peneliti juga menemukan, penurunan kinerja kognitif terkait dengan tingkat keparahan Covid-19. Mantan pasien corona yang dirawat di rumah sakit dengan ventilator menunjukkan penurunan kecerdasan terbesar, dengan penurunan IQ sebanyak 7 poin. Penurunan kecerdasan yang lebih besar bahkan dilaporkan mantan pasien corona yang punya riwayat stroke dan gangguan belajar.

Meski demikian, para peneliti belum dapat menarik kesimpulan yang tegas bahwa Covid-19 mengakibatkan penurunan kecerdasan. Sebab, hanya ada 275 relawan yang mengikuti tes sebelum dan sesudah mereka terinfeksi corona. 

Di sisi lain, sampel yang besar dan beragam secara sosial ekonomi memungkinkan para peneliti untuk mengontrol berbagai macam variabel yang berpotensi ikut berperan.

“Peringatan utama adalah bahwa kita tidak tahu apa dasar mekanistik dari asosiasi kognisi Covid yang diamati. Kita juga tidak tahu berapa lama dampak apa pun pada kognisi dapat bertahan. Saya menyediakan teknologi penilaian untuk digunakan dalam serangkaian penelitian yang sekarang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini,” kata penulis utama studi sekaligus peneliti neurosains di Imperial College London, Adam Hampshire, kepada PsyPost.

Hampshire menjelaskan, pada awalnya riset yang timnya buat tak khusus ditujukan untuk mencari hubungan Covid-19 dan kecerdasan pasien corona. Riset ini, yang melibatkan kolaborasi dengan BBC, awalnya bertujuan untuk mencari tahu dampak gaya hidup modern bagi kecerdasan warga Inggris secara umum dan akan ditayangkan di program TV bertajuk The Great British Intelligence Test.

Namun, karena kebetulan pandemi muncul ketika Adam dan timnya sedang mengumpulkan sampel penelitian, riset mereka akhirnya juga berupaya mencari tahu dampak virus corona bagi kecerdasan mantan pasien.

“Secara kebetulan, pandemi meningkat di Inggris di tengah ketika saya mengumpulkan data kesehatan kognitif dan mental dalam skala yang sangat besar sebagai bagian dari kolaborasi BBC2 Horizon, the Great British Intelligence Test,” kata Hampshire.

Long Covid-19: Dampak virus Corona bagi otak manusia

Temuan yang dibuat Hampshire menambah daftar panjang temuan gangguan otak yang dialami mantan pasien corona.

Sebelumnya, pusat studi Mayo Clinic menemukan bahwa sebagian besar pasien Covid-19 memang terbukti mengalami gangguan neurotik hingga membuat mereka lambat berpikir.

"Sementara banyak pasien mengalami kelelahan, lebih dari setengahnya juga melaporkan masalah dengan berpikir, umumnya dikenal sebagai 'kabut otak' (brain fog). Dan lebih dari sepertiga pasien mengalami masalah dengan aktivitas dasar kehidupan. kata Greg Vanichkachorn, direktur medis program Covid-19 Activity Rehabilitation dari Mayo Clinic sekaligus penulis utama studi, dalam keterangan resminya.

"Banyak yang tidak dapat melanjutkan kehidupan kerja normal mereka setidaknya selama beberapa bulan.” 

Pada Juni 2021, kelompok peneliti asal Inggris juga menemukan bahwa penyintas Covid-19 mengalami penyusutan otak pada materi abu-abu (grey matter). Ini merupakan bagian di otak yang mengontrol semua fungsi otak kita, mulai dari gerakan, memori, dan emosi. Kelainan pada grey matter otak dapat mempengaruhi keterampilan komunikasi dan sel-sel otak.

Hingga saat ini para peneliti masih belum tahu bagaimana mekanisme virus corona dan penyakit Covid-19 dapat mengganggu otak manusia. Hal ini dapat dipahami karena virus corona SARS-CoV-2 merupakan virus yang relatif baru, dan para peneliti masih memerlukan lebih banyak waktu untuk memahami dampak yang dihasilkan olehnya pada tubuh manusia.

Meski demikian, dengan bertambahnya riset yang menemukan gangguan otak dan organ lainnya pada pasien corona, para peneliti memberikan satu pesan yang tegas: jangan ambil risiko untuk kena corona.

“Kita harus berhati-hati karena sepertinya virus dapat memengaruhi kognisi kita. Kami tidak sepenuhnya memahami bagaimana, mengapa, atau untuk berapa lama, tetapi kami sangat perlu mencari tahu. Sementara itu, jangan mengambil risiko yang tidak perlu dan lakukan vaksinasi," kata Hampshire. ***