Penyelamatan Ekonomi dan Transparansi Informasi,Pilih Mana ?

Penyelamatan Ekonomi dan Transparansi Informasi,Pilih Mana ?
Lihat Foto
WJtoday - Dua pekan sebelum Jokowi mengumumkan kasus dua WNI yang positif terjangkit COVID-19, bekas DKI-1 itu melobi pemerintah Arab Saudi untuk mengizinkan jemaah umrah agar bisa masuk ke Mekkah dan Madinah. Saat negosiasi berlangsung, pemerintah masih jumawa, karena dua bulan terakhir Indonesia masih bebas corona.

Tak tanggung-tanggung, pemerintah juga sengaja menggelontorkan insentif hampir Rp1 triliun untuk maskapai penerbangan, lantaran ada penurunan jumlah wisatawan asing ke Indonesia. Strategi untuk menurunkan anggaran itu digadang-gadang cukup efisien untuk memengaruhi wisatawan domestik agar mau bepergian.

Tak cukup hanya memberikan insentif kepada maskapai penerbangan, Presiden Jokowi pun memberi sejumlah insentif tarif hotel untuk 10 daerah wisata di Indonesia.


Bahkan dalam Rapat Terbatas (Ratas) yang dihelat pada 25 Februari 2020, Jokowi selalu membicarakan soal cara menggenjot ekonomi secara optimal, alih-alih bicara soal mitigasi kesehatan. 

Ada empat poin arahan Jokowi, yakni agar seluruh pihak terkait menyiapkan seluruh instrumen, baik moneter maupun fiskal demi memperkuat daya tahan dan daya saing ekonomi negara. 

Berikutnya, Jokowi meminta agar kegiatan konferensi dalam negeri, MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition) bisa maksimal. 

Ia juga meminta agar meningkatkan promosi untuk menyasar ceruk pasar wisman yang mencari alternatif destinasi wisata karena batal mengunjungi China, Korea, dan Jepang. 

Ketiga, mempercepat belanja kementerian dan lembaga serta realisasi belanja APBD di daerah masing-masing. 

Terakhir, menurunkan defisit neraca transaksi perjalanan dan neraca perdagangan secara efektif, serta lakukan kontrol di lapangan sehingga bisa menekan impor.

Respons Jokowi terkait ancaman corona lantas menuai protes dari pelbagai kalangan. Jokowi dinilai hanya peduli hal-hal yang berkelindan dengan pemberian karpet merah bagi pelaku ekonomi. Sementara, faktor kesehatan dinomorduakan. 

Setidaknya, ini yang kerap dikeluhkan oleh warganet di linimasa. Jokowi bahkan disebut-sebut sengaja menutupi keberadaan kasus corona di Indonesia. 

Ini merujuk pada dua terduga corona di Batam dan Semarang (yang jenazahnya dibungkus dengan plastik anti-infeksi saat pemakaman).

Usut punya usut, saat keraguan virus corona sudah masuk ke Indonesia, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, menyebutkan keberadaan virus corona justru dapat membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 4,7 persen. 

Simpulan jebolan Universitas Indonesia itu terasa masuk akal karena Indonesia bergantung pada berbagai sektor penting, termasuk pariwisata, impor, hingga bisnis haji dan umroh.

Simpulan Sri Mulyani tersebut memang sangat masuk akal menimbang pada berbagai sektor seperti pariwisata, impor, hingga bisnis haji dan umroh akan terdampak atas wabah virus tersebut.

Di sektor wisata, mengutip sumber serupa, dengan adanya larangan penerbangan, praktis angka wisatawan mancanegara akan terjun bebas. Inilah penjelasan kenapa pemerintah tampak ngotot menambal sulam hal ini dengan menerapkan diskon tiket pesawat hingga 50 persen.

Sebagai informasi, sejak Indonesia positif corona, pariwisata di dalam negeri sudah terpukul. Di Bali, misalnya (yang menerima lebih dari 1,2 juta turis China per tahun) telah dilanda wabah itu. 

Sekarang Bali hampir kosong, mirip seperti setelah pengeboman teroris dua klub malam pada 2002 yang menewaskan 202 orang, kebanyakan dari mereka orang asing.

Pemerintah mengatakan akan menghapuskan pajak pada hotel dan restoran di Bali dan sembilan tujuan wisata lainnya untuk tiga bulan ke depan, sementara perusahaan minyak milik negara Pertamina menawarkan tarif konsesi untuk bahan bakar jet untuk memungkinkan maskapai penerbangan melakukan pemotongan tarif. 

Di sektor impor, COVID-19 berimbas relatif banyak karena 30 persen total kuota impor Indonesia dipenuhi oleh Tiongkok. Dengan nilai yang menurut Kata Data mencapai US$44,5 miliar atau sekira Rp611 triliun, pengumuman positif corona di Indonesia jelas berefek luar biasa.

Berbeda dengan Tiongkok ataupun Iran yang tidak lagi dapat menepis soal wabah corona karena jumlah kasus yang terus bertambah, sampai saat ini memang diketahui belum terdapat kasus virus corona yang diberitakan oleh berbagai media massa di Indonesia, sekalipun suspek atas kasus tersebut telah beberapa kali terdengar.

Dengan demikian, tentu tidaklah bijak apabila mengklaim bahwa kasus yang terjadi di Tiongkok dan Iran juga terjadi di Indonesia. Akan tetapi, dengan melakukan sedikit spekulasi, jika benar pemerintah Indonesia telah berbohong terkait status negatif virus corona, kita dapat menemukan motif yang cukup kuat di baliknya, khususnya terkait persoalan ekonomi.

Lambatnya Indonesia memberitakan soal status positif corona konon juga disebabkan karena ingin menjaga agar relasi ekonomi dengan negara lain, khususnya China. 

Dikutip dari Kompas, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, IGP Wira Kusuma mengatakan, peran China di dalam perekonomian Indonesia sangat vital. Sebab, China merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia, sekaligus sebagai penyumbang wisatawan terbanyak kedua, setelah Malaysia.

Ia menjelaskan, sepanjang 2019, total ekspor Indonesia ke China, tercatat sebanyak US$29,769 juta atau sebesar 17 persen total ekspor Indonesia. Sementara, impor total di periode yang sama, tercatat sebanyak US$29,42 juta, dengan porsi 17,2 persen terhadap total impor dalam negeri.

“Virus corona menyebabkan pelemahan pertumbuhan ekspor kita. Sebab, demand menurun, impor permintaan domestik melemah dan ekspor melemah. Ekspor masih banyak produk bahan baku impor jadi melemah,” jelas dia.

Ini memang hanya tebak-tebakan, tapi setidaknya cukup menjadi penjelasan yang masuk akal mengapa pemerintah Indonesia berat sekali bersikap terbuka soal status corona di Indonesia hari-hari ini.***