Pengajuan RUU BPIP sebagai Opsi Pengganti RUU HIP yang Telah Dibatalkan

Pengajuan RUU BPIP sebagai Opsi Pengganti RUU HIP yang Telah Dibatalkan
Lihat Foto
WJtoday, Jakarta - DPR telah membatalkan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang sempat membuat heboh dan berang kalangan agama. 

RUU HIP itu dianggap dapat digunakan sebagai pintu masuk paham komunisme dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia yang telah dinyatakan sebagai partai terlarang menyusul peristiwa pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira muda TNI AD pada tahun 1965 silam. 

Kekhawatiran ini didorong oleh kenyataan bahwa di dalam RUU HIP itu tidak dicantumkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme. 

Selain itu di dalam RUU HIP itu juga disebut-sebut tentang upaya memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila. Dikhawatirkan, kedua istilah ini perlahan tapi pasti akan menggusur Pancasila.   

RUU HIP yang diusulkan oleh PDI Perjuangan itu secara resmi telah dibatalkan pembahasannya. 

Sebagai “gantinya” pemerintah mengajukan satu RUU baru yang diberi nama RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Draft RUU itu dipersembahkan enam menteri kepada DPR RI kemarin, Kamis, 16 Juli 2020.

Tidak seperti “pendahulunya”, RUU yang terdiri dari 17 pasal itu mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, tidak memuat istilah Trisila dan Ekasila. 

Dengan demikian diharapkan, kehadiran RUU BPIP tidak lagi dibaca sebagai pintu masuk komunisme dan PKI.

Dalam jumpa pers ketika RUU itu diajukan ke DPR, Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto juga hadir dan berdiri di belakang Ketua DPR Puan Maharani. 

Berikut adalah kutipan lengkap RUU BPIP. 

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR  ...  TAHUN ... 
TENTANG 
BADAN PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 

Menimbang: 
a. bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia, yang hari lahirnya telah ditetapkan pada tanggal 1 Juni 1945, harus diketahui asal usulnya oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi, sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; 
b. bahwa sejak kelahirannya Pancasila mengalami perkembangan hingga menghasilkan naskah Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan, dan rumusan finalnya disepakati oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945  sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, dan merupakan satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana tersebut di dalam Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir Pancasila; 
c. bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu secara terus menerus dilakukan Pembinaan Ideologi Pancasila kepada seluruh penyelenggara negara dan seluruh elemen masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; 
d. bahwa ketentuan yang berkaitan dengan Pembinaan Ideologi Pancasila masih bersifat sektoral baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun dalam bentuk kebijakan sehingga perlu dibentuk suatu lembaga di lingkungan pemerintah yang bertugas untuk membantu presiden dalam merumuskan kebijakan  di bidang Pembinaan Ideologi Pancasila dari waktu ke waktu. 
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila; 

Mengingat: 
1. Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme; 
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; 
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi; 
5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional; 
6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; 
7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan; 
8. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; 
9. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam; 
10. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002; 
11. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 
12. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6216); 
13. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5430) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 239, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6084); 
14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6413). 

Dengan Persetujuan Bersama 
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 
dan 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 

MEMUTUSKAN: 
Menetapkan: 
UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA. 

BAB I 
KETENTUAN UMUM 

Pasal 1 
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 
1. Pancasila adalah Dasar dan Ideologi Negara yang rumusan sila-silanya tercantum di dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustuts 1945, yang terdiri dari lima sila dan merupakan satu kesatuan sila yang tidak terpisahkan, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 
2. Pembinaan Ideologi Pancasila adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk melaksanakan, menanamkan dan menjaga nilai-nilai Pancasila agar ditegakkan dan diterapkan oleh seluruh penyelenggara negara dan seluruh elemen masyarakat di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 
3. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yang selanjutnya disingkat BPIP adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. 
5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
6. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonomi. 

BAB II 
ASAS DAN TUJUAN 

Pasal 2 
Pembinaan Ideologi Pancasila dilaksanakan berdasarkan asas: 
a. koordinasi; 
b. integrasi; 
c. sinkronisasi; 
d. partisipasi; dan 
e. keberlanjutan. 

Pasal 3 
Pembinaan Ideologi Pancasila diselenggarakan dengan tujuan: 
a. terbentuknya jati diri dan karakter bangsa, sikap dan perilaku patriotik, cinta tanah air, terciptanya sikap saling hormat menghormati, toleransi dan kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; 
b. terwujudnya sistem pendidikan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan riset dan inovasi nasional sebagai landasan penyusunan perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan yang berpedoman nilai-nilai Pancasila; 
c. terwujudnya perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan, termasuk pusat dan daerah yang berpedoman pada nilai-nilai Pancasila; 
d. terwujudnya sistem politik yang demokratis, pembentukan hukum nasional, serta politik luar negeri yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila; 
e. terwujudnya tujuan negara dalam mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. 

BAB III 
KEWAJIBAN PENYELENGGARA NEGARA DAN WARGA NEGARA

Pasal 4 
Penyelenggara negara di lingkungan kekuasaan eksekutif dari pusat sampai ke daerah, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif, serta lembaga negara lainnya berkewajiban untuk melaksanakan, menanamkan, menegakkan, dan menjaga nilai-nilai Pancasila di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Pasal 5 
Setiap warga negara Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan, menanamkan, menegakkan, dan menjaga nilai-nilai Pancasila dalam berbagai sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

BAB IV 
PENYELENGGARAAN PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA 

Pasal 6 
(1) Pembinaan Ideologi Pancasila diselenggarakan secara partisipatif, terintegrasi, dan berkelanjutan melalui fungsi koordinasi dan sinkronisasi antar lembaga negara, kementerian/lembaga, dan pemerintahan daerah. 
(2) Untuk melaksanakan pembinaan ideologi Pancasila sebagaimana dimaksud ayat (1), dibentuk BPIP. 
(3) BPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. 

Pasal 7 
BPIP mempunyai tugas membantu Presiden: 
a. merumuskan arah kebijakan Pembinaan Ideologi Pancasila; 
b. melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi; 
c. mengintegrasikan fungsi Pembinaan Ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan; 
d. melembagakan nilai-nilai Pancasila dalam sistem pendidikan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi, kegiatan riset dan inovasi; 
e. melembagakan nilai-nilai Pancasila dalam sistem pembangunan nasional; 
f. melembagakan nilai-nilai Pancasila dalam sistem politik yang demokratis; 
g. melembagakan nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan, pelaksanaan, dan penegakan hukum, serta politik luar negeri; 
h. menyusun materi dan metodologi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan Pembinaan Ideologi Pancasila; 
i. menyusun dan menetapkan standardisasi pendidikan dan pelatihan;
j. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan; dan 
k. memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap pembentukan, pelaksanaan, dan penegakan hukum serta kebijakan kepada lembaga negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan elemen masyarakat lainnya agar berpedoman dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. 

Pasal 8 
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, BPIP menyelenggarakan fungsi: 
a. perumusan arah kebijakan, dasar dan strategi kebijakan, dan peta jalan Pembinaan Ideologi Pancasila; 
b. pelembagaan nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan, pelaksanaan dan penegakan hukum; 
c. penyusunan materi, metodologi, monitoring dan evaluasi Pembinaan Ideologi Pancasila; 
d. penyusunan dan pelaksanaan rencana kerja dan program Pembinaan Ideologi Pancasila; 
e. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan Pembinaan Ideologi Pancasila; 
f. pelaksanaan sosialisasi dan kerja sama serta hubungan dengan lembaga negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan elemen masyarakat lainnya dalam pelaksanaan Pembinaan Ideologi Pancasila; 
g. pelembagaan nilai-nilai Pancasila dalam sistem pendidikan nasional, serta riset dan inovasi nasional; 
h. pelembagaan nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaraan sistem politik yang demokratis; 
i. pelembagaan nilai-nilai Pancasila dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah; 
j. perumusan dan penyampaian rekomendasi kebijakan atas pelaksanaan tugas monitoring dan evaluasi kepada Presiden. 

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 dan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan BPIP. 

Pasal 9 
(1) BPIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) terdiri atas Dewan Pengarah dan Pelaksana. 
(2) Dewan Pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh ketua yang selanjutnya disebut Ketua Dewan Pengarah.
(3) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala dan dibantu oleh wakil kepala, sekretariat utama, dan deputi.

Pasal 10 
(1) Dewan Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat menunjuk ketua atau salah satu anggotanya untuk menjabat ex officio Dewan Pengarah di kementerian/badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan inovasi. 
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, tugas dan fungsi ex officio Dewan Pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden yang mengatur mengenai tugas, fungsi, organisasi dan tata kerja kementerian/badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi dan inovasi. 

Pasal 11 
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi, tata kerja, hak keuangan dan keprotokoleran, serta fasilitas BPIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden. 

BAB V 
PARTISIPASI MASYARAKAT 

Pasal 12
(1) Masyarakat berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pembinaan Ideologi Pancasila. 
(2) Partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di berbagai bidang dalam rangka implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 
(3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yang aktif melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat diatur dalam Peraturan BPIP. 

BAB VI 
PENDANAAN 

Pasal 13 
Pendanaan untuk penyelenggaraan pembinaan ideologi Pancasila bersumber dari: 
a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara; 
b. anggaran pendapatan belanja daerah; dan/atau 
c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 

BAB VII 
KETENTUAN PENUTUP 

Pasal 14 
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembinaan ideologi Pancasila dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan belum dilakukan penyesuaian berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. 

Pasal 15 
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembinaan ideologi Pancasila disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. 
Pasal 16 
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. 

Pasal 17 
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 

Disahkan di Jakarta 
pada tanggal ... 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
JOKO WIDODO 

Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal … 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, 
YASONNA H. LAOLY 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 
TAHUN ... NOMOR ... 

PENJELASAN ATAS 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR  ... TAHUN ... 
TENTANG BADAN PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA 


I. UMUM 

Sejak kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1945, rumusan Pancasila mengalami perkembangan hingga menghasilkan naskah Piagam Jakarta yang dirumuskan Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945, dan rumusan finalnya disepakati oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dan merupakan satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara, sebagaimana terdapat di dalam Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. 

Keberadaan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara harus diketahui asal usulnya oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi, sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Untuk itu, diperlukan upaya pembinaan ideologi Pancasila melalui program yang disusun secara terencana, sistematis, dan terpadu sehingga menjadi panduan bagi seluruh penyelenggara negara, komponen bangsa, dan warga negara Indonesia. Secara faktual, selama ini pengaturan dan pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila dirasakan masih bersifat parsial dan sektoral dalam berbagai peraturan perundang-undangan sehingga perlu diatur secara terintegrasi dalam Undang-Undang tersendiri. 

Pengaturan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila melalui Undang-Undang akan mengefektifkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dalam pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh ke semua penyelenggara negara dalam kekuasaan eksekutif, termasuk pusat dan daerah, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif, dan lembaga negara lainnya. pembinaan ideologi Pancasila juga dimaksudkan untuk memastikan agar perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang berdasar pada hasil riset dan inovasi yang berpedoman nilai-nilai Pancasila. Selain itu, pembinaan ideologi Pancasila, juga dimaksudkan untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan dalam sistem pendidikan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi, kegiatan riset dan inovasi, sistem pembangunan nasional, sistem politik yang demokratis dan sistem pembentukan, pelaksanaan dan penegakan hukum nasional. 

II. PASAL DEMI PASAL 

Pasal 1 
Cukup jelas. 

Pasal 2 
Huruf a 
Yang dimaksud dengan "asas koordinasi" adalah pelaksanaan tugas dan fungsi dalam pembinaan ideologi Pancasila dilakukan dengan berkoordinasi dengan seluruh penyelenggara negara dalam kekuasaan eksekutif, termasuk pusat dan daerah, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif, dan lembaga negara lainnya. 

Huruf b 
Yang dimaksud dengan "asas integrasi" adalah pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila merupakan satu kesatuan yang utuh sehingga perlu diintegrasikan semua fungsi pembinaan ideologi Pancasila yang dilakukan oleh penyelenggara negara dalam kekuasaan eksekutif, termasuk pusat dan daerah, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif, dan lembaga negara lainnya. 

Huruf c 
Yang dimaksud dengan "asas sinkronisasi" adalah pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila yang dilakukan oleh penyelenggara negara kekuasaan eksekutif, termasuk pusat dan daerah, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif dan lembaga negara lainnya, harus diselaraskan dan disesuaikan dengan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila. 

Huruf d 
Yang dimaksud dengan "asas partisipasi" adalah bahwa setiap warga negara ikut berperan serta melakukan upaya pembinaan dan pengamalan ideologi Pancasila. 

Huruf e 
Yang dimaksud dengan "asas keberlanjutan" adalah pembinaan ideologi Pancasila dilakukan secara terus menerus untuk selamanya agar Pancasila selalu diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Pasal 3 
Huruf a Cukup jelas. 
Huruf b Cukup Jelas. 
Huruf c Cukup Jelas. 
Huruf d Cukup Jelas. 
Huruf e Cukup Jelas. 

Pasal 4 
Cukup jelas. 

Pasal 5 
Cukup jelas. 

Pasal 6 
Cukup jelas. 

Pasal 7 
Cukup jelas. 

Pasal 8 
Huruf a Cukup Jelas 

Huruf b 
Yang dimaksud dengan “pembentukan hukum” meliputi pembentukan peraturan perundang-undangan, pembentukan keputusan tata usaha negara, pembentukan putusan peradilan, dan pembentukan hukum lainnya. 

Huruf c 
Cukup jelas. 

Huruf d 
Cukup jelas. 

Huruf e 
Cukup jelas. 

Huruf f 
Cukup jelas. 

Huruf g 
Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional serta riset dan inovasi nasional yang menerapkan nilai-nilai Pancasila, BPIP menyusun arah kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang mengamanatkan agar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berperan menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan nasional disegala bidang kehidupan yang berpedoman pada haluan ideologi Pancasila. 

Huruf h 
“Sistem politik yang demokratis” ini tercermin melalui penyelenggaraan pemilihan umum yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. 
Yang dimaksud “pemilihan umum” ini antara lain meliputi pemilihan anggota DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan anggota DPRD atau nama lain, serta pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota dan pemilihan Kepala Desa atau nama lain. BPIP memiliki peran yang strategis untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilihan umum yang demokratis berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. 

Huruf i 
Cukup jelas. 

Huruf j 
Cukup jelas. 

Pasal 9 
Cukup jelas. 

Pasal 10 
Cukup jelas. 

Pasal 11 
Cukup jelas. 

Pasal 12 
Cukup jelas. 

Pasal 13 
Cukup jelas. 

Pasal 14 
Cukup jelas. 

Pasal 15 
Cukup jelas. 

Pasal 16 
Cukup jelas. 

Pasal 17
Cukup jelas. 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... 

***