Omicron Meluas di 77 Negara, WHO Ingatkan Masyarakat Tak Lengah

Omicron Meluas di 77 Negara, WHO Ingatkan Masyarakat Tak Lengah
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Varian baru Covid-19, Omicron sudah menyebar luas. Data Badan Kesehatan dunia (WHO) menyebut persebarannya mencapai 77 negara. Bahkan, ada kemungkinan sejatinya varian virus SARS-CoV-2 itu sudah ada di sebagian besar negara di dunia. Hanya, belum terdeteksi dan dilaporkan.

Hal itu diungkap Sekjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam paparan mingguan ke media Selasa (14/12) waktu setempat terkait hasil penelitian awal Omicron

’’Omicron menyebar pada tingkat yang belum pernah kita lihat pada varian sebelumnya,’’ terang Ghebreyesus seperti dikutip The Guardian.

Saat ini 3 persen kasus di AS adalah varian Omicron. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Rabu (15/12) bahkan memperingatkan bahwa Omicron bisa menjadi varian dominan di Eropa pertengahan bulan depan.

Ghebreyesus menyayangkan karena ada beberapa pihak yang mengabaikan Omicron. Ia dianggap sebagai varian yang menyebabkan gejala ringan saja. Ibarat kata, varian tersebut diremehkan kehadirannya. Itu membuat banyak negara lengah dan gagal mencegah persebaran varian yang berasal dari Afrika tersebut.

Ghebreyesus menjelaskan bahwa meski mungkin efek yang ditimbulkan tidak terlalu parah, jika jumlah kasusnya luar biasa tinggi, itu bisa menekan sistem kesehatan di wilayah yang tidak siap. Hingga saat ini WHO belum bisa memastikan dampak Omicron karena butuh penelitian lanjutan. Namun, pasien yang meninggal akibat varian itu sudah ada di Inggris.

Itu bukan kabar buruk satu-satunya. Versi WHO, vaksin saja tidak cukup untuk perlindungan. Sebab, ia bisa menghindari perlindungan vaksin dengan baik dan memiliki risiko infeksi ulang yang lebih tinggi. Artinya, orang yang sudah pernah terkena Covid-19 dan memiliki antibodi alami tetap berpeluang besar tertular lagi. Faktor itu membuat Omicron masuk dalam varian dengan risiko tinggi.

WHO meminta agar orang-orang tetap memakai masker, menjaga jarak dan kebersihan, serta memastikan adanya pergantian udara yang baik. Itu berlaku juga untuk mereka yang sudah divaksin lengkap.

’’Lakukan semuanya. Lakukan dengan konsisten dan benar,’’ tegasnya.

Di sisi lain, beberapa penelitian menunjukkan, booster vaksin atau dosis ketiga bisa memberikan perlindungan lebih terhadap Omicron. Namun, itu juga bisa menjadi petaka bagi negara-negara dengan penghasilan rendah. Sebab, negara-negara kaya dikhawatirkan bakal menyetok vaksin untuk booster penduduknya. Padahal, saat ini persentase vaksinasi 41 persen negara di dunia belum sampai 10 persen. Sebanyak 98 negara di dunia belum mencapai 40 persen.

WHO tidak menentang pemberian booster. Tapi, diprioritaskan untuk orang dengan risiko tinggi mengalami gejala parah. 

’’Jika kita membiarkan ketidakadilan terus berlangsung, artinya sama saja dengan membiarkan pandemi terus berlanjut,’’ tegas Ghebreyesus seperti dikutip CNBC.

Amerika Serikat kemarin mencatat kematian akibat Covid-19 lebih dari 800 ribu orang. Itu adalah kematian nasional tertinggi secara global karena pandemi. Mayoritas kematian terjadi pada lansia dan orang yang belum divaksin. Jumlah kematian tahun ini lebih tinggi daripada 2020. Sekitar 100 ribu kematian terjadi dalam kurun waktu 11 pekan terakhir. Kasus di negara yang dipimpin Joe Biden itu juga telah mencapai 50 juta.

’’Gelombang penyakit akan berlanjut sampai kekebalan tingkat populasi cukup tinggi untuk mencegahnya. Dengan kata lain, kita belum sampai di sana,’’ tegas pakar epidemiologi di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health Dr Keri Althoff.***