Mengadu ke DPRD Jabar, Sekitar 3.952 Pensiunan PTPN VIII Belum Terima Santunan Hari Tua

Mengadu ke DPRD Jabar, Sekitar 3.952 Pensiunan PTPN VIII Belum Terima Santunan Hari Tua
Lihat Foto
WJtoday, Bandung - Sekitar 3.952 pensiunan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII belum mendapat Santunan Hari Tua (SHT), padahal mereka sudah empat tahun tidak bekerja di perusahaan itu. Ketua Forum Komunikasi Purnakarya Perkebunan Nusantara (PKPPN) Jabar - Banten Eeng Sumarna mengadukan hal ini kepada Komisi V DPRD Jawa Barat, yg diterima oleh Ketua Komisi V Dadang Kurniawan, Abdul Muiz, Weni Dwi Apriyanti & Tia Fitriana Komisi II. 

“Ada 3.952 pensiunan PTPN VIII yang belum dibayarkan Santunan Hari Tua (SHT ) nya. Padahal ini sudah empat tahun,” kata Eeng Sumarna kepada wartawan setelah melakukan pertemuan dengan Komisi V DPRD Jawa Barat, Direktur PTPN VIII, Dinas Perkebunan dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Gedung Dewan, Bandung, Rabu (2/12/2020). 

Eeng mengatakan, pihaknya menghendaki persoalan selesai di pertemuan Komisi V DPRD Jawa Barat. Ia mengatakan, para pensiunan bertahun-tahun menunggu cairnya SHT . Selama itu pula, katanya, para pensiunan bertahan hidup dengan berbagai cara. “Kami bahkan banyak yang hidup berhutang terus sambil menunggu uang SHT cair. Namun bertahun-tahun tak pernah dibayarkan,” katanya. 

Eeng meminta PTPN VIII segera mencairkan hak pensiunan tersebut. Ia mengusulkan agar PTPN melakukan pinjaman terlebih dahulu dan uangnya dibayarkan untuk membayar SHT para pensiunan tersebut. “Bagi PTPN VIII uang Rp 268 M mungkin bukan hal besar karena asetnya sangat banyak dan kinerja perusahaan dan produksinya pun mengalami peningkatan,” kata Eeng. 

Menanggapi hal itu, Direktur PTPN VIII Mohammad Yudayat mengatakan, PTPN VIII akan membayarkan hak pensiunan. Ia mengaku adanya kewajiban yang belum dibayarkan kepada pensiunan PTPN VIII sebesar Rp 268 miliar. 

Menurut Yudayat, kinerja PTPN VIII saat ini sedang mengalami kolaps karena semakin berkurangnya pendapatan dari produksi perkebunan. Ia menyebut, hasil perkebunan teh memang mengalami peningkatan namun dari sisi penjualan mengalami penurunan. 

Produksi teh yang tinggi, katanya, tidak bisa dikonversikan dengan pendapatan keuangan yang tinggi pula, karena menurunnya nilai jual teh. 

Hal ini, katanya, karena adanya impor teh yang masuk ke dalam negeri, sementara tidak ada proteksi terhadap produksi teh dalam negeri. Di sisi lain, katanya , teh impor masuk dan berhasil mengungguli teh produksi PTPN.

 “Secara keuangan dan secara keseluruhan, kinerja kita sedang berat sekali. Gaji karyawan juga saat ini sudah tidak menentu. Pendapatan kita terus menurun, pada 2018 sebesar Rp 1,65 triliun, pada 2020 ini menjadi Rp 1,2 triliun,” kata Yudayat. 

Ia juga mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan upaya-upaya penyelamatan agar perusahaan tidak tutup. Ia menyebut sejak 2017 PTPN VIII terus mengalami kerugian, bahkan di tahun 2021 nanti pun diprediksi masih mengalami kerugian pula. 

Yudayat mengatakan, untuk menutupi defisit PTPN VIII melakukan pinjaman-pinjaman. Namun, pinjaman ini terus menjadi beban dan saat ini sudah tidak bisa mendapatkan pinjaman.

Upaya lain yang akan dilakukan adalah melakukan penjualan aset, namun untuk melakukan hal ini ada prosedur dan tahapannya. “Ini sedang kita usulkan, dan ini bukan perkara mudah. Namun kami sedang usulkan untuk penjualan aset ini,” kata Yudayat lagi. 

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Taufik Rahmat Garsadi mengatakan, pihaknya siap memfasilitasi perselisihan industrial terkait masalah pensiunan PTPN VIII ini. Ia meminta para pensiunan mengirim surat untuk diproses perselisihannya.

 “Kami siap memfasilitasi penyelesaian masalah ini,” kata Taufik

Ditempat yg sama Dadang Kurniawan Ketua Komisi 5 meyatakan, " Kami siap membantu menindaklanjuti persoalan ini kepada pimpinan dewan supaya ada solusi , dan karena pensiunan PTPN VIII ini terdapat di lintas provinsi Jabar & Banten maka akan difasilitasi ke DPR RI dan kementrian terkait, " pungkasnya. ***