Jaksa Ajukan Kasasi Terkait Vonis Bebas 2 Polisi Tersangka Kasus Unlawful Killing Laskar FPI

Jaksa Ajukan Kasasi Terkait Vonis Bebas 2 Polisi Tersangka Kasus Unlawful Killing Laskar FPI
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Jaksa mengajukan upaya hukum kasasi terhadap vonis bebas 2 polisi penembak mati mantan laskar FPI. Vonis bebas dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena menilai perbuatan 2 polisi yang menembak mantan laskar FPI merupakan upaya bela paksa.

"Pada Kamis 24 Maret 2022 pukul 09.00 WIB bertempat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, JPU pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Briptu Fikri Ramadan dan terdakwa Ipda Yusmin Ohorella dalam perkara dugaan tindak pidana pembunuhan di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Kamis (24/3/2022).

Sumedana membeberkan, JPU menilai terdapat sejumlah kesalahan dalam vonis lepas 2 polisi penembak mati laskar FPI. Kesalahan tersebut termasuk dalam ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP sebagai syarat pemeriksaan kasasi. Berikut poin-poinnya:

- Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; (umumnya mengenai hukum pidana materiil atau mengenai unsur-unsur pasal tindak pidana yang dibuktikan di persidangan termasuk di dalamnya mengenai hukum pembuktian, penggunaan alat-alat bukti dan nilai kekuatan pembuktiannya untuk memenuhi unsur-unsur pasal tindak pidana);

- Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang; (vide Pasal 253 ayat (1) huruf b KUHAP) uraian permasalahannya mengenai hukum acara pidana yang umumnya terkait tata cara persidangan;

- Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya; berhubungan dengan kompetensi pengadilan baik absolut maupun relatif (vide Pasal 84, 85, dan 86 KUHAP).

Selain itu, JPU menilai majelis hakim tidak cermat dalam menerapkan hukum pembuktian sehingga terdapat kekeliruan dalam menyimpulkan dan mempertimbangkan fakta hukum dari alat bukti keterangan saksi-saksi, ahli, surat yang telah dibuktikan dan dihadirkan penuntut umum di persidangan.

"Sehingga membuat kesimpulan bahwa perbuatan terdakwa Briptu Fikri Ramadan dan terdakwa Ipda Yusmin Ohorella dalam melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Dakwaan Primair tersebut dikarenakan pembelaan terpaksa (Noodweer) dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Noodweer Excess)," kata Sumedana.

Selain itu, majelis hakim juga dinilai dalam mengambil pertimbangan dalam keputusan didasarkan pada rangkaian kebohongan atau cerita karangan yang dilakukan kedua polisi yang tidak didasarkan atas keyakinan hakim itu sendiri dan alat bukti.

"Adapun alasan upaya hukum kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP serta dalam rangka mencari kebenaran materiil oleh Mahkamah Agung RI sebagai benteng peradilan tertinggi sebagaimana dimaksud dalam UU RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman," pungkas Sumedana.

Baca Juga : Dua Polisi Terdakwa Pembunuh Laskar FPI Divonis Bebas

Dua polisi duduk sebagai terdakwa dalam kasus ini, yaitu Brigadir Polisi Satu Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua Mohammad Yusmin Ohorella. Sejatinya ada tiga tersangka. Tetapi Inspektur Polisi Dua Elwira Priadi meninggal dunia sebelum persidangan.

Dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa para terdakwa terbukti membuat 6 anggota FPI pengawal Habib Rizieq meninggal dunia. Peristiwa terjadi pada 7 Desember 2020.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai Yusmin Ohorella dan Fikri Ramadhan terbukti menghilangkan nyawa orang lain dalam peristiwa itu. Namun, hal itu dinilai merupakan upaya membela diri.

"Mempertahankan serta membela diri atas serangan anggota FPI," ujar hakim.

Serangan yang dimaksud yakni mencekik, mengeroyok, menjambak, menonjok, serta merebut senjata Fikri Ramadhan. "Terpaksa melakukan pembelaan diri dengan mengambil sikap lebih baik menembak terlebih dahulu daripada tertembak kemudian," kata hakim.

Hakim menilai serangan itu merupakan serangan yang dekat, cepat, dan seketika. Membuat Fikri mengalami luka-luka serta mengancam keselamatan jiwanya.

"Apabila tindakan tersebut tidak dilakukan dan senjata milik terdakwa berhasil direbut bukan tidak mungkin tim menjadi korban," kata hakim.***