Dugaan Kejahatan Kemanusian Muslim Uyghur, Prancis Selidiki Empat Perusahaan Ritel

Dugaan Kejahatan Kemanusian Muslim Uyghur, Prancis Selidiki Empat Perusahaan Ritel
Lihat Foto

WJtoday, Prancis - Prancis sedang menyelidiki empat peritel kakap yang diduga menyembunyikan kejahatan kemanusiaan di Xinjiang, China. Keempat perusahaan ritel tersebut adalah Uniqlo France, Zara Inditex, SMCP Prancis dan Skechers.

Seperti dikutip dari Reuters, penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Prancis itu terkait tuduhan atas China lantaran perlakuannya terhadap minoritas Muslim Uyghur di wilayah tersebut, termasuk penggunaan kerja paksa.

"Investigasi telah dimulai oleh unit kejahatan terhadap kemanusiaan di kantor kejaksaan antiterorisme setelah pengajuan pengaduan," kata sumber itu.

Zara Inditex membantah tuduhan tersebut. Mereka juga menyatakan akan bekerja sama dengan penyelidikan yang digelar oleh Prancis.

"Kami tidak menoleransi semua bentuk kerja paksa dan telah menetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan praktik ini tidak terjadi dalam rantai pasokan kami," kata Zara Inditex dalam sebuah pernyataan.

Hal senada diungkapkan SMCP Prancis, yang menyatakan pihaknya akan bekerja sama dengan Prancis untuk membuktikan tuduhan itu salah. 

"SMCP bekerja dengan pemasok di seluruh dunia dan menyatakan bahwa mereka tidak memiliki pemasok langsung di wilayah yang disebutkan (Xinjiang)," kata SMCP. Mereka juga menyatakan telah mengaudit pemasoknya secara teratur.

Adapun Uniqlo France dan Skechers belum berkomentar. Namun pada Maret 2021, kedua perusahaan menyatakan telah mempertahankan kode etik pemasok dengan ketat.

Penyeldikian dilakukan setelah dua organisasi non pemerintah mengajukan pengaduan di Prancis pada awal April lalu. LSM ini mengadukan perusahaan multinasional karena menyembunyikan kerja paksa dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

PBB dan kelompok hak asasi memperkirakan lebih dari satu juta orang, terutama muslim Uighur dan minoritas lainnya, telah ditahan selama beberapa tahun terakhir di Xinjiang, China.

Banyak mantan narapidana mengatakan bahwa mereka menjadi sasaran pelatihan dan pelecehan ideologis. Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan kamp-kamp itu telah digunakan sebagai sumber tenaga kerja bergaji rendah dan tenaga kerja paksa. China sudah membantah semua tuduhan tersebut.***