Didakwa Suap 2 Kalapas Sukamiskin, Wawan Bagi Mobil dan Uang kepada Deddy Handoko dan Wahid Husen

Didakwa Suap 2 Kalapas Sukamiskin, Wawan Bagi Mobil dan Uang kepada Deddy Handoko dan Wahid Husen
Lihat Foto

WJtoay, Bandung - Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan menjalani sidang dakwaan terkait kasus suap pemberian fasilitas atau izin Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, di Pengadilan Negeri Bandung, Senin (6/9/2021). Dalam sidang tersebut, Wawan didakwa memberikan suap berupa mobil dan uang puluhan juta kepada dua orang mantan Kalapas Sukamiskin.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan," kata jaksa KPK saat membacakan dakwaan.

Wawan diduga bersama-sama dengan Ari Arifin yang juga warga binaan Lapas Sukamiskin memberi satu unit mobil Toyota Kijang Innova Reborn G Luxury 2.0 G AT dengan Nopol B 101 CAT dan uang sebesar Rp 92.390.000 kepada dua orang eks Kalapas Sukamiskin.

Kedua Kalapas tersebut adalah Deddy Handoko selaku Kalapas Sukamiskin periode Oktober 2016 sampai dengan bulan Maret 2018 dan Wahid Husen Kalapas Sukamiskin periode April 2018 sampai dengan bulan Juli 2018.

Atas perbuatannya, Wawan didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pemberian kepada Deddy Handoko

Dalam dakwaan KPK, diduga suap yang diberikan oleh Wawan kepada Deddy untuk mendapatkan sejumlah kemudahan saat ditahan di Lapas Sukamiskin. Pada 10 November 2016 sampai dengan tanggal 16 Maret 2018, Wawan berulangkali mendapatkan kemudahan izin keluar dari lapas.

Antara lain berupa persetujuan yang diberikan Deddy yakni untuk berobat rawat jalan selama satu hari namun praktiknya dipergunakan oleh Wawan untuk keluar Lapas selama beberapa hari dengan alasan rawat inap sehingga tidak kembali sesuai waktu yang ditentukan.

Selain itu, Deddy juga memberikan kelonggaran waktu kembali ke dalam Lapas Sukamiskin kepada Wawan terkait izin keluar berupa Izin Luar Biasa (ILB) pada tanggal 27 Februari 2018 dan pada tanggal 16 Maret 2018 dengan alasan menjenguk orang tua sakit di Serang Banten. Di dua izin itu Wawan juga melebihi batas waktu yang ditentukan.

"Bahwa Deddy Handoko selaku Kalapas Sukamiskin sejak bulan Oktober 2016 sampai dengan Maret 2018 telah memberikan persetujuan izin ke luar Lapas kepada Terdakwa sebanyak 41 kali, sehingga terkait dengan kemudahan izin keluar, kelonggaran pengawalan maupun kelonggaran waktu kembali ke dalam Lapas Sukamiskin tersebut, Terdakwa melalui perantara Ari Arifin memberikan sesuatu berupa barang dan uang kepada Deddy Handoko," kata jaksa KPK.

Barang yang dimaksud adalah satu unit mobil Innova dan juga uang Rp 29 yang diberikan dalam 2 tahap.

Pemberian Kepada Wahid Husen

Sama seperti yang dilakukan Doddy Handoko, Wahid Husen juga memberikan sejumlah kemudahan kepada Wawan. Hal itu dilakukan dalam kurun waktu bulan Maret 2018 sampai bulan Juli 2018.

"Izin keluar dengan alasan berobat rawat jalan selama satu hari namun praktiknya dipergunakan Terdakwa untuk keluar Lapas selama beberapa hari dengan alasan rawat inap sehingga tidak kembali ke Lapas sesuai waktu yang ditentukan, misalnya izin pada tanggal 16 Juli 2018 dengan alasan dirawat di rumah sakit Rosela, Karawang, yang justru dipergunakan Terdakwa untuk menginap di tempat lain," kata jaksa KPK.

Jaksa meyakini kemudahan tersebut tak diberikan cuma-cuma. Wawan memberikan total uang Rp 63.390.000 kepada Wahid Husen secara bertahap sebanyak 10 kali pemberian.

"Bahwa pemberian sesuatu tersebut dikarenakan atau berhubungan dengan adanya sejumlah 'kemudahan' dan 'kelonggaran' yang diberikan Deddy Handoko maupun Wahid Husen selaku Kalapas Sukamiskin terkait izin keluar Terdakwa dari Lapas Sukamiskin, yang bertentangan dengan kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme," pungkas jaksa.***