Deklarasi KAMI Jawa Barat Sampaikan Enam Tuntutan kepada Pemerintah

Deklarasi KAMI Jawa Barat Sampaikan Enam Tuntutan kepada Pemerintah
Lihat Foto
WJtoday, Bandung - Din Syamsudin dan Gatot Nurmantyo hadiri Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jawa Barat. Acara deklarasi di gelar di sebuah rumah di Kota Bandung, Senin (7/9).

Ketua Pelaksana Deklarasi KAMI Jabar, Harry Mulyana, mengatakan deklarasi KAMI Jabar ini sempat berpindah tempat selama dua kali.

“Awalnya banyak simpatisan yang ingin datang ke sini, tetapi karena keterbatasan tempat akhirnya kami minta membatalkan ke Bandung, tapi kami siapkan live streaming,” ucap Harry.


Pada kesempatan itu, KAMI Jabar menyampaikan enam tuntutan kepada pemerintah yang dibacakan oleh Presidium KAMI Jabar, Radhar Tri Baskoro.

Pertama, KAMI Jabar mengajak seluruh penyelenggara pemerintahan dan elemen masyarakat Jabar untuk memperjuangkan kembalinya UUD 1945 asli.

Kedua, menuntut pemerintah pusat agar menetapkan tanggal 18 agustus 1945 sebagai hari lahir pancasila dan membatalkan pembahasan RUU HIP dan RUU BPIP karena akan merusak sendi sendi kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.

Ketiga, menuntut pemerintah pusat untuk mengembalikan kewenangan pengelolaan sumber daya alam dan agraria kepada pemerintahan dan masyarakat di daerah.

Keempat, menuntut pemerintah pusat untuk menegakkan prinsip keadilan anggaran dengan menyerahkan pengumpulan dan pengelolaan pajak pertambahan nilai kepada pemerintahan daerah.

Kelima, mengingatkan kepada semua pihak di jawa barat bahwa pandemi Covid-19 terus memuncak belum diketahui tanda tanda terkendali. Dalam kaitan itu KAMI Jawa Barat menuntut pemerintah khususnya di Jawa Barat untuk memenuhi kewajibannya dalam melakukan tes, trest, dan tritmen sesuai standar WHO.

“Janganlah pemerintah selalu menyalahkan masyarakat atas naiknya tingkat kepositifan penjangkitan Covid-19. Sejalan dengan itu kami jabar menuntut pemerintah agae menyediakan vaksin covid-19 secara gratis kepada seluruh masyarakat,” kata Radhar.

Keenam, mendesak penyelenggara pemerintahan, pimpinan dunia akademik, dan aparat penegak hukum untuk mencegah dan menghapuskan stigmatisasi khilafah, radikalisme, intoleransi, termasuk kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis islam. ***