Dadang Suganda, Makelar Tanah Ini Harus Buktikan Rp87 Miliar Hartanya Bukan Hasil Korupsi

Dadang Suganda, Makelar Tanah Ini Harus Buktikan Rp87 Miliar Hartanya Bukan Hasil Korupsi
Lihat Foto
WJtoday, Bandung - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeret Dadang Suganda ke kursi terdakwa kasus korupsi pengadaan ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bandung. 

Sidang dakwaan terhadap Dadang Suganda digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Senin (23/11/2020). 

Dalam kasus korupsi anggaran ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bandung, Jawa Barat yang terjadi pada 2011-2012 dan merugikan negara Rp69 miliar, Dadang Suganda berperan sebagai calo atau makelar pangadaan tanah. 

Di sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Bandung, Dadang Suganda didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tipikor karena merugikan negara sekitar Rp19 miliar.  

Selain itu, JPU KPK juga mendakwa Dadang, sang makelar tanah, dengan Pasal 4 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) junco Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana. Karena dikenai Pasal 65 TPPU Dadang harus bisa membuktikan Rp87 miiar hartanya yang disita bukan berasal dari tindak kejahatan korupsi.

"Terdakwa (Dadang Suganda) melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan. Yakni perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan," kata jaksa KPK Budi Nugraha saat membacakan dakwaan. 

Terdakwa Dadang Suganda, ujar jaksa Budi Nugraha, menempatkan, mentransfer, dan mengalihkan sejumlah uang dari tujuh proyek Pemkot Bandung terkait pengadaan tanah. 

Dalam proyek ini, Dadang Suganda berperan sebagai makelar.  Budi Nugraha mengemukakan, ketujuh proyek pengadaan tanah untuk RTH itu antara lain, pengadaan tanah yang bersumber dari anggaran Dinas Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung terkait pengadaan RTH Kota Bandung pada Desember 2011. 

"Kemudian pengadaan RTH untuk tanah pertanian pencairan April 2012. Tanah untuk sarana pendidikan pencairan Juli 2012. Pengadaan tanah untuk Kantor Kecamatan Antapani pencairan Agustus 2012," ujar dia.

Selanjutnya, tutur Budi, proyek pengadaan tanah untuk pertanian dengan pencairan dana November 2012, Pengadaan Tanah untuk sarana pendidikan (lanjutan) pencairan November 2012. Pengadaan tanah untuk sarana lingkungan hidup RTH Pemkot Bandung  APBD dan APBD Perubahan TA 2012. 

"Yang seluruhnya (anggaran DPKAD Kota Bandung yang dicairkan untuk tujuh proyek itu) Rp87,7 miliar atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut di berbagai lembaga jasa keuangan," tutur Budi. 

Sementara itu, Haerudin, jaksa KPK lainnya, mengatakan, uang hasil tindak pidana korupsi dari tujuh proyek pengadaan itu disimpan di 24 rekening bank, baik atas nama pribadi Dadang Suganda maupun orang lain. Seperti di rekening istri dan dua anaknya.

Terdakwa Dadang Suganda merupakan seorang pengusaha toko bangunan yang merangkap sebagai makelar tanah. Dadang Suganda memiliki dua anak. 

"Selain itu, uang yang didapat dari dugaan tindak pidana korupsi dibelikan tanah di Kota Bandung, Kabupaten Bandung hingga Kabupaten Tasikmalaya. Selain digunakan membeli tanah, uang juga digunakan untuk membeli sejumlah kendaraan," kata Haerudin. 

Pada kasus korupsi RTH Kota Bandung, ujar Haerudin, Edi Siswadi, Sekda Kota Bandung saat itu, pada 2011 meminta bantuan Dadang untuk membantu pencalonannyadi Pilwalkot Bandung 2013.

Atas permintaan Edi, Dadang menyanggupi membantu, tapi bukan dalam bentuk uang. Dadang menawarkan tanah-tanah miliknya untuk dibeli Pemkot Bandung lewat pengadaan tanah untuk RTH.  

"Edi Siswadi mengakomodir agar tanah terdakwa (Dadang Suganda) dibeli Pemkot Bandung. Akhirnya pengadaan tanah untuk RTH tahun 2011 tersebut dilaksanakan tidak sesuai prosedur ketentuan pengadaan tanah yang berlaku," ujar Haerudin. 

Jaksa KPK Budi Nugraha menuturkan, jual beli tanah juga dilakukan di atas harga pasar yang berlaku, sehingga Dadang mendapatkan proyek pengadaan RTH tahun 2011 di Kota Bandung tersebut dan menerima pembayaran sebesar Rp25,8 miliar. 

"Terdakwa memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp 13.3 miliar," tutur Budi.

Sedangkan jaksa Tito Jaelani mengatakan, berdasarkan catatan perbankan, Dadang dalam kurun waktu 2000 sampai Oktober 2011 hanya memiliki enam rekening tabungan dengan jumlah saldo pada masing-masing relatif kecil.  

"Namun pada 15 Desember 2011 sejak ada uang masuk sebesar Rp25,8 miliar  yang bersumber dari rekening DPKAD Pemkot Bandung untuk RTH. Sejak itu, Dadang mulai membuka rekening di berbagai bank. Baik atas nama sendiri maupun identitas palsu sebanyak 24 rekening," kata Tito.  

Rekening Dadang Suganda, ujar Tito, tiba-tiba membengkak jadi hampir 100 miliar. 

"Dalam kurun waktu 15 Desember 2011 sampai dengan 22 November 2012 , Dadang Suganda telah menerima uang yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil Tindak Pidana Korupsi sejumlah total Rp87,7 miliar lebih," ujar Tito. ***