Cegah Pembeli Usia Anak, BPOM Dorong Larangan Jual Rokok Eceran

Cegah Pembeli Usia Anak, BPOM Dorong Larangan Jual Rokok Eceran
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Untuk menghentikan kenaikan angka perokok pemula memang tak mudah karena rokok dapat dibeli dengan cara diecer atau per batang. Dalam survei harga transaksi pasar rokok, dan tarif cukai pada bungkus rokok tahun 2021 di wilayah Jabodetabek dari CEHD ITB Ahmad Dahlan Jakarta, harga rokok per batang dijual Rp2 ribu atau per bungkus dari Rp29 ribu hingga Rp34 ribu. Maka dari itu, tak heran anak-anak dan warga miskin tetap dapat membeli rokok dengan cara diecer.

Tim peneliti yang terdiri dari Roosita Meilani Dewi, Adi Musharianto, Diyah Hesti mengatakan survei harga rokok ini mengambil sampel di Jabodetabek. Titik penjualan yang ditetapkan ada enam yakni minimarket, terminal, SPBU, pasar tradisional, toko grosir, kios kecil. Harga rokok masih terjangkau bagi anak 374 perusahaan dengan ribuan merek. ketentuan diperbolehkannya Harga transaksi Pasar 85 persen dari Harga Jual Eceran.

“Bicara tentang eceran rokok rata-rata di atas 70 persen hingga 80 persen pedagang eceran menjual rokok secara batangan. Nah ini mempermudah akses bagi para perokok terutama perokok anak-anak dan orang miskin serta penghasilan pas2an. Memudahkan mereka tetap konsumsi rokok. Kenapa? Wong bis diecer, misalnya hari ini punya Rp 10 ribu atau Rp 5 ribu bisa dapat 2 batang rokok. Ini sangat mudah ketika bungkus rokok boleh diecer,” kata tim peneliti baru-baru ini, dikutip Jumat (15/4/2022).

Peneliti menemukan, minimal ada 5 rokok dari brand besar yang bisa diecer. Atau disebut rokok populer yang laku.

Rokok yang laku pasti bisa diecer. Secara hitung-hitungan ekonomis begitu, kalau diecer cepat habis. Misalnya dengan mengecer cukup uang 5 ribu dapat 3 batang. Nah ini akan memberikan dampak meningkatnya akses merokok. Ingin merokok tapi uang pas-pasan enggak perlu beli bungkusan,” jelas peneliti.

Apa dampak penjualan rokok per batang?

Pertama, meningkatkan keuntungan maksimum bagi pedagang eceran yang diperoleh. Dengan adanya eceran, daya beli perokok, juga meningkat. Tak punya uang Rp 25 ribu tetapi dapat membeli rokok batangan, sehari 2 batang.

“Akan meningkatkan daya beli. Seharga Rp 2 ribu dijual per batang, maka akan profit Rp 7 ribu tambahan bagi pedagang,” katanya.

Kedua, tentunya dapat meningkatkan akses pembelian bagi anak-anak yang mendapatkan uang saku dari ibunya. Tentu ini akan berdampak jangka panjang bagi kesehatan.

BPOM Dorong Larangan Penjualan Rokok Ecer

Deputi Bidang Pengawasan Obat Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM Mayagustina Andarini mengatakan dalam survei 2020, rerata harga berdasarkan pengawasan tahun 2020 yakni Rp 19.700 sampai Rp 24 ribu per bungkus tahun 2020. Ia mendorong rokok untuk tidak dijual secara batangan.

“Kami prihatin juga dengan rokok eceran membuat pedagang dapat untung Rp 400 ribu perhari. Terutama untuk masyarakat yang rentan. Selain cukai, kesehatan juga harus diperhatikan. Untuk harga bukan kewenangan BPOM,” kata Mayagustina.

Menurut Mayagustina, untuk rokok eceran, bisa meningkatkan keuntungan bagi produsen, tingkatkan daya beli, terjangkau bagi yang miskin dan anak-anak dengan uang saku terbatas. Padahal jelas anak-anak tak boleh merokok karena menurunkan daya kognitif mereka.

“Karena murah dan anak bisa coba-coba maka berikan peluang,” jelasnya.

“Kami setuju dengan rekomendasi pengendalian tembakau ditingkatkan, pelarangan perjuangan rokok batangan. Memang agak susah ya kalau ini sampai di warung2 toko2 kecil, perifer area, namun kalau ada sanksi yang tegas akan bisa dipatuhi,” tutupnya.***