Budayawan Jabar Minta Pengelola Kebun Raya Bogor Setop Wisata Glow

Budayawan Jabar Minta Pengelola Kebun Raya Bogor Setop Wisata Glow
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Budayawan Jawa Barat (Jabar) menolak wisata glow di Kebun Raya Bogor yang dikelola oleh pihak swasta, yakni PT Mitra Natura Raya.

Pantia Inti Aliansi Komunitas Budaya Jawa Barat Lutfi Suyudi menuntut pengelola Kebun Raya Bogor yakni PT MRN, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Pemerintah daerah agar menutup Wisata Edukasi Glow sebelum panitia terbentuk.

Alasannya, kata Lufti, Kebun Raya bukan hanya rumah tumbuhan dan hewan melainkan juga pusat kebudayaan Sunda dari Jaman kerajaan Pakuan Pajajaran.

Terdapat kebuyutan atau leluhur adat Sunda yang tidak bisa begitu saja diabaikan dengan sorot lampu yang dikunjungi masyarakat pada malam hari.

Dikatakannya, ada tujuh poin yang disampaikan Aliansi Budayawan Jawa Barat, tiga di antaranya ialah Wali Kota Bogor, PT. MRN dan BRIN mematuhi Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 10 tahun 2011, Kebun Raya Bogor berkekuatan hukum berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Bogor tahun 2020.

Kemudian, Wali Kota Bogor, PT MRN dan BRIN menghormati Kebun Raya Bogor sebagai pusaka Kota Bogor berdasarkan perwali 17 tahun 2015.

Selanjutnya, Pemerintah Kota Bogor segera membentuk tim kota pusaka, sesuai amanat Perwali 17 tahun 2015 dan Wali Kota Bogor sebagai penanggung jawab dengan melibatkan tokoh adat, tokoh budaya dan tokoh masyarakat.

"Meskipun pengunjung tidak ke makam leluhur, tapi cagar budaya ini satu paket, kami merasa terganggu, terlebih tidak ada koordinasi dengan budayawan mengenai kajian Glow tersebut, baru diminta sekarang-sekarang, silakan cek tujuh poin yang kami sampaikan," katanya.

Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan para budayawan itu ingin ikut dilibatkan dalam kepanitiaan pengelolaan Kebun Raya Bogor. Dedie mengatakan, Pemkot Bogor akan menjembatani keinginan para budayawan tersebut.

Sebelumna, heboh mengenai wisata edukasi glow di Kebun Raya Bogor dengan sinar lampu di lima titik tempat konservasi tumbuhdan dan hewan itu.

Di sisi lain dalam Kebun Raya Bogor juga terdapat beberapa makam leluhur suku Sunda yang dianggap cagar budaya.

Dedie mengatakan, Pemkot Bogor akan menampung aspirasi tersebut hingga mengetahui detil tuntutan para budayawan.

"Semoga ada titik temulah, karena kalau berlarut ini membawa urusan yang bukan susbtansinya," kata dia.

Dedie memberi kesempatan kepada para budayawan untuk membentuk tim yang berisi perwakilan dari berbagai kalangan yang merasa ingin menyuarakan aspirasinya.

"Kalau bisa secepatnya. Kesbangpol menginventarisasi siapa saja, tinggal nanti kita coba dudukkan," ujar Edi.

Meskipun posisi Pemerintah Kota Bogor sebagai penerima manfaat di sisi pajak, kata Dedie, jika terjadi keresahan di masyarakat perlu menjadi pembelajaran dan diperbaiki pihak pengelola.

"Ada hal-hal yang harus kita bicarakan kembali, kita tidak ingin yang sudah baik kemarin, kemudian situasi pandemi Covid-19 yang menunjukkan landai kelihatan bisa lebih aman, kemudian jadi tidak kondusif dengan hal-hal yang tidak sejalan dengan pemikiran masyarakat," kata Dedie.

Selain itu, kata Dedie, Pemerintah Kota Bogor telah meminta kajian mengenai wisata Edukasi Glow yang dikelola MNR.

Budayawan bersama pihak pemerintah akan meminta waktu dalam rapat yang bersifat teknis.

"Kalau di sana ada pertimbangan- pertimbangan silakan sampaikan, mungkin dulunya kurang sosialisasi, atau mungkin sudah ada kajian tapi kita belum tahu," katanya.

Dedie juga mewanti-wanti Budayawan agar benar-benar pengumpulkan perwakilan dari setiap kelompok, agar tidak ada lagi yang menyatakan belum sepakat ketika telah ada hasil rapat tersebut.

"Tapi harus sepakat keterwakilannya selesai di situ," kata dia.***