7 Maskapai Langgar Penetapan Harga Tiket, Lion Air Ajukan Keberatan

7 Maskapai Langgar Penetapan Harga Tiket, Lion Air Ajukan Keberatan
Lihat Foto
WJtoday - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menetapkan 7 maskapai penerbangan terbukti bersalah atas kasus penetapan harga tiket pesawat. Hal itu diputuskan dalam perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri.

Dua tahun lalu atau sekitar pertengahan 2018 sampai 2019, publik sempat dihebohkan dengan harga tiket pesawat yang melambung tinggi. Maraknya keluhan itu direspons Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Setelah beberapa kali melakukan pemeriksaan, KPPU memutuskan bahwa tujuh maskapai melanggar aturan penetapan harga tiket.

Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih menjelaskan, tujuh maskapai itu adalah
• PT Garuda Indonesia
• PT Citilink Indonesia
• PT Sriwijaya Air
• PT NAM Air
• PT Batik Air
• PT Lion Mentari, dan
• PT Wings Abadi.

Mereka dituding melanggar pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999. Secara garis besar, pasal itu melarang setiap pelaku usaha membuat perjanjian dengan pesaingnya untuk menetapkan harga pada pasar yang sama.

Menurut Guntur, sidang majelis komisi menilai, terdapat concerted action atau parallelism sehingga terjadi kesepakatan di antara para pelaku usaha. Kesepakatan tersebut berupa penghapusan diskon atau membuat keseragaman diskon dan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar. ”Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi,” ujar Guntur yang dikutip kamis (25/6).

Guntur memaparkan, concerted action atau parallelism tersebut dilakukan melalui pengurangan subclass dengan harga murah melalui kesepakatan tidak tertulis antar pelaku usaha. Hal itulah yang mengakibatkan mahalnya harga tiket pesawat.

Lantas, apa sanksi untuk tujuh maskapai tersebut? Guntur menerangkan, sanksinya berupa perintah agar tujuh maskapai itu tidak membuat kebijakan sebelum memberitahukan secara tertulis kepada KPPU. Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan yang akan berpengaruh pada peta persaingan usaha dan harga tiket pesawat.

Meski demikian, lanjut Guntur, majelis komisi menilai bahwa concerted action sebagai bentuk meeting of minds di antara para maskapai terlapor tidak memenuhi unsur perjanjian di pasal 11 tentang praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Menurut Guntur, berdasar Peraturan Komisi Nomor 04 Tahun 2010, unsur perjanjian di pasal tersebut membutuhkan berbagai hal. Misalnya, adanya konspirasi di antara beberapa pelaku usaha, keterlibatan para senior eksekutif perusahaan yang menghadiri pertemuan-pertemuan dan membuat keputusan, penggunaan asosiasi untuk menutupi kegiatan, price fixing atau penetapan harga dengan cara alokasi konsumen atau pembagian wilayah atau alokasi produksi.

Selain itu, adanya ancaman atau sanksi bagi anggota yang melanggar perjanjian, adanya distribusi informasi kepada seluruh pelaku usaha yang terlibat, atau adanya mekanisme kompensasi dari pelaku usaha yang produksinya lebih besar. ”Hal ini mengakibatkan unsur pasal 11 menjadi tidak terpenuhi,” tegas Guntur.

Dia menambahkan, dalam membuat putusan dan penetapan sanksi, majelis komisi turut mempertimbangkan sikap kooperatif para maskapai selama persidangan. Pandemi Covid-19 yang berdampak besar pada perekonomian nasional dan upaya pemulihannya juga menjadi bahan pertimbangan. ”Termasuk atas pelaku usaha industri penerbangan yang telah mengalami banyak kesulitan, bahkan sejak sebelum pandemi,” paparnya.

KPPU juga memberikan saran dan pertimbangan kepada Kementerian Perhubungan untuk melakukan evaluasi terkait kebijakan tarif batas atas dan batas bawah. Dengan demikian, formulasi yang digunakan dapat melindungi konsumen dan pelaku usaha. Juga, efisiensi nasional bahwa batas bawah adalah di atas sedikit dari marginal cost pelaku usaha serta batas atas adalah batas keuntungan yang wajar dan dalam batas kemampuan membayar konsumen.

Saran terakhir, sambung Guntur, KPPU berharap pemerintah segera merumuskan kebijakan-kebijakan untuk membantu maskapai mengatasi dampak pandemi korona. Misalnya, berupa regulasi dan paket-paket ekonomi untuk mempermudah masuknya pelaku usaha baru dalam industri penerbangan.

Sementara itu, Indonesia National Air Carriers Association (INACA) juga mendukung langkah KPPU untuk mengusut tuntas jika ada upaya pengaturan tarif tiket pesawat. Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja menegaskan, pihaknya juga akan memberikan warning kepada anggotanya. ”Kami tekankan untuk tidak melakukan perjanjian penetapan harga. Kementerian Perhubungan selama ini sudah terbuka menerima masukan dari maskapai,” tegas CEO Whitesky Group tersebut.

Di lain pihak, Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra mengatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang telah berjalan. Menurut Irfan, keputusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan terhadap sejumlah maskapai, termasuk Garuda Indonesia Group, pada 2019. ”Kami tentunya menyadari iklim usaha yang sehat menjadi fondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar dapat terus berdaya saing,” ujarnya.

Pada bagian lain, Lion Air bersikukuh tetap menjual harga tiket pesawat sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni KM 106/2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Dalam hal ini tidak melebihi ketentuan Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB).

"Dalam penentuan harga jual tiket pesawat udara kelas ekonomi dalam negeri, Lion Air Group tidak pernah bekerjasama dan menentukan harga dengan pihak lain di luar perusahaan," seru Corporate Communications Strategic Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro.

Danang berpendapat, formulasi penghitungan yang digunakan tergolong wajar dan sesuai keterjangkauan kemampuan calon penumpang membayar berdasarkan kategori layanan maskapai.

Dia juga mengklaim Lion Air Group telah menghitung dan memberlakukan harga jual tiket secara bijak, penerapan berdasarkan kategori layanan yang diberikan sebagaimana tertera dalam PM Nomor 20/2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

”Kami tidak menerima atas keputusan itu, kami akan mengajukan keberatan,” tegas Danang.***