4 Warga Jakarta Terpapar Omicron Usai Pulang dari Luar Negeri

4 Warga Jakarta Terpapar Omicron Usai Pulang dari Luar Negeri
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Virus corona varian Omicron mulai masuk ke Indonesia. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bekasi Sri Enny Mainiarti.

Sri mengatakan, empat warga ber-KTP Jakarta dinyatakan terpapar virus corona varian Omicron berdasarkan hasil tes Covid-19 di wilayahnya.

Sri berujar, keempat orang tersebut menjalani tes Covid-19 di laboratorium swasta, yakni Laboratorium Farmalab Cikarang, Kabupaten Bekasi.

Sri menegaskan bahwa keempat orang tersebut bukan warga ber-KTP Kabupaten Bekasi meskipun menjalani tes Covid-19 di wilayahnya.

"Empat orang warga yang terpapar virus Omicron itu bukan warga Kabupaten Bekasi, tetapi warga DKI Jakarta," ujar Sri dalam keterangan tertulis, Rabu (8/12/2021).

Sri mengatakan, keempat orang yang terpapar Omicron itu telah bepergian ke luar negeri.

"Empat orang warga yang terpapar virus Omicron itu diketahui setelah melakukan perjalanan dari luar negeri," kata dia.

Meski orang yang terpapar Omicron bukan warga Kabupaten Bekasi, Sri meminta jajarannya mewaspadai penyebaran virus corona varian baru tersebut, karena virus tersebut terdeteksi berdasarkan hasil tes Covid-19 di Kabupaten Bekasi.

"Pemkab harus waspada terhadap warga yang baru datang dari luar negeri. Apalagi warga Jabar, di mana pergerakannya dari luar negeri cukup banyak," ujarnya.

Sri juga meminta para camat di Kabupaten Bekasi berperan aktif mengawasi warga, terutama warga yang baru datang dari luar negeri.

Hal tersebut perlu dilakukan lantaran penyebaran varian Omicron lebih cepat dibanding virus corona varian lainnya.

Meski begitu, belum ada laporan mengenai tingkat kematian akibat terpapar Omicron.

Berdasarkan pernyataan organisasi kesehatan dunia atau WHO, kata Sri, paparan Omicron bisa dicegah salah satunya dengan vaksinasi Covid-19.

"Vaksin Covid-19 masih harus tetap dilakukan," kata Sri.


Varian Omicron bisa dideteksi lewat tes PCR dan antigen

Dokter Spesialis Patologi Klinik Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Tonang Dwi Ardyanto dr. Sp.PK, Ph.D mengatakan, tes PCR dan antigen tetap bisa mendeteksi varian Omicron.

Dia menerangkan bahwa tes PCR memiliki beberapa target untuk mendeteksi SARS-CoV-2.

"Ibaratnya ada paruh, dada, sayap, kaki, dan ekor. Target S (spike) pada virus Covid-19 itu paruhnya," ujar Tonang mengibaratkan, Rabu.

"Varian Omicron masih tetap dapat dideteksi bagian dada, sayap, kaki, dan ekornya. Bagian paruh bisa saja lolos kalau semburat merahnya sudah sedemikian banyak," lanjutnya.

Tonang menerangkan, apabila tes PCR berhasil mendeteksi bagian dada, sayap, kaki, dan ekor, tapi bagian paruh lolos, bisa menjadi tanda itu merupakan varian SARS-CoV-2.

Salah satu kemungkinannya adalah varian Omicron.

"Sedangkan untuk tes antigen target deteksinya adalah bulu dadanya, bukan paruh. Maka walau paruhnya lolos deteksi, masih tetap bisa dikenali. Jadi, Omicron tetap terdeteksi tes PCR Covid-19 dan tes antigen," terang Tonang.

Ia menjelaskan, pada tes antigen, target yang dideteksi adalah nucleocalsid protein atau N, bukan S.

Tes antigen akan menunjukkan hasil positif apabila viral load seseorang tinggi. Adapun viral load merupakan ukuran infeksi dari virus yang bisa dikalkulasikan dengan memperkirakan jumlah virus dalam tubuh.

Apabila viral load sudah turun, maka tes PCR-lah yang tepat untuk mendeteksi infeksi SARS-CoV-2.

"Walaupun antibodi sedang atau sudah mulai menurun, tapi yang pernah terinfeksi atau tervaksinasi itu masih memiliki sel memori," kata Tonang.

"Ketika terpaksa terinfeksi lagi, maka cenderung viral load-nya rendah dan masa bertahannya di dalam saluran napas signifikan lebih singkat. Maka mudah terjadi terinfeksi tapi 'tidak terdeteksi' pada tes antigen," sambungnya.

Melanda 45 Negara

Menteri Luar Negeri Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi mengatakan hingga 5 Desember 2021, WHO menkonfirmasi varian Omicron telah terdeteksi setidaknya di 45 negara.

Hal ini terungkap saat Menlu RI hadir sekaligus memimpin pertemuan COVAX AMC Engagement Group, Senin (6/12/2021).

“Terkait dengan varian Omicron, WHO sampaikan hingga 5 Desember 2021, mendeteksi setidaknya telah terjadi di 45 negara,” ujarnya.

Retno mengatakan beberapa data awal yang dikumpulkan WHO menyebutkan belum ada kesimpulan yang konklusif terkait tingkat penularan dan tingkat keparahan.

Termasuk tingkat hospitalisasi varian Omicron.

“WHO menambahkan walaupun di Afrika Selatan menunjukkan adanya peningkatan tingkat hospitalisasi, namun belum bisa disimpulkan ini adalah akibat varian Omicron,” ujarnya.

Retno menyebut bahwa WHO akan terus melakukan penelitian terhadap varian ini.

Karena itu, ia meminta masyarakat untuk terus melakukan protokol kesehatan.

“WHO menyampaikan pentingnya terus melakukan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan selalu mencuci tangan,” ujarnya.

Menlu RI mengatakan hingga saat ini, COVAX telah mengirimkan sekitar 611 juta vaksin kepada 144 negara partisipan, sekitar 53% dari target 950 juta dosis vaksin di tahun 2021.

Saat ini tantangan utama vaksinasi adalah kesiapan penerimaan vaksin dan vaksinasi khususnya di negara berkembang setelah pasokan vaksin telah tersedia lebih banyak.

Untuk itu, ia mendorong penguatan kapasitas negara penerima vaksin COVAX harus, termasuk infrastruktur vaksinasi.

4 hal yang perlu diketahui soal Omicron

Apa Itu Varian Omicron?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menamai varian baru virus corona B.1.1529 sebagai "Omicron".

Pengumuman itu dikelurakan pada hari Jumat di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa varian itu sangat menular dan dapat mengurangi kemanjuran vaksin.

Varian yang diturunkan dari garis keturunan B.1.1 ini "belum pernah terjadi sebelumnya" dan "sangat tidak biasa" dalam jumlah mutasinya.

B.1.1529 memiliki 32 mutasi yang terletak di protein lonjakannya, termasuk E484A, K417N dan N440K, yang bisa membantu virus lolos dari deteksi antibodi.

Mutasi lain, N501Y, tampaknya meningkatkan kemampuan virus untuk masuk ke sel kita, membuatnya lebih mudah menular.

Dari Mana Asalnya?

Varian Omicron ini pertama kali terdeteksi di Botswana pada 11 November, di mana tiga kasus kini telah dicatat.

Sementara itu di Afrika Selatan, di mana kasus pertama ditemukan pada 14 November, 22 kasus telah dicatat, menurut Institut Nasional untuk Penyakit Menular.

Lebih banyak kasus diperkirakan akan dikonfirmasi di negara itu ketika hasil pengurutan keluar.

Kasus tambahan telah diidentifikasi di Hong Kong, yang melibatkan seorang pelancong berusia 36 tahun.

Ia sempat tinggal di Afrika Selatan dari 23 Oktober hingga 11 November, lalu dites positif tiga hari kemudian saat menjalani karantina sekembalinya ke rumah.

Pada hari Jumat (26/11/2021), Eropa mencatat kasus pertama yang dikonfirmasi setelah infeksi dilaporkan di Belgia.

Ahli virologi Marc Van Ranst mentweet bahwa varian tersebut telah terdeteksi pada seorang pelancong yang kembali dari Mesir awal bulan November.

Para ilmuwan mengatakan bahwa varian tersebut memiliki lebih banyak perubahan pada protein lonjakannya daripada yang lain yang telah mereka lihat.

Ada dugaan bahwa penyakit itu mungkin muncul dari orang dengan gangguan kekebalan yang menyimpan virus untuk jangka waktu yang lama, mungkin seseorang dengan HIV/AIDS yang tidak terdiagnosis.

Apakah Kebal Vaksin?

Protein lonjakan yang melapisi bagian luar virus corona memungkinkannya menempel dan masuk ke sel manusia.

Vaksin melatih tubuh untuk mengenali lonjakan ini dan menetralkannya, sehingga mencegah infeksi sel.

Ke-32 mutasi yang terdeteksi dalam protein lonjakan varian baru akan mengubah bentuk struktur ini, sehingga menimbulkan masalah bagi respons imun yang diinduksi oleh vaksin.

Mutasi ini dapat membuat protein lonjakan kurang dikenali oleh antibodi kita.

Akibatnya, mereka tidak akan seefektif menetralkan virus, yang kemudian dapat melewati pertahanan kekebalan dan menyebabkan infeksi.

Haruskah Kita Khawatir?

Para ilmuwan memiliki pendapat yang beragam tentang apakah kita harus khawatir tentang varian terbaru ini atau tidak.

Dr Tom Peacock, seorang ahli virologi di Imperial College London, memperingatkan bahwa varian itu bisa menjadi "perhatian nyata" karena terdapat 32 mutasi pada protein lonjakannya.

Namun, Profesor Francois Balloux, direktur Institut Genetika di University College London, mengatakan bahwa saat ini "tidak ada alasan untuk terlalu khawatir."

Melalui Twitter, Dr Peacock menulis bahwa varian "sangat, sangat harus dipantau karena profil lonjakan yang mengerikan" yang dapat berarti bahwa varian itu lebih menular daripada varian lain yang sudah ada.

Tetapi Dr Peacock mengatakan bahwa dia "berharap" variannya akan berubah menjadi salah satu dari "kluster aneh" saja dan tidak akan menular seperti yang ditakuti.

Sementara itu, Prof Balloux mengatakan bahwa "sulit untuk memprediksi seberapa menularnya varian ini sekarang."

Ia menjelaskan: "Untuk saat ini, varian itu harus dipantau dan dianalisis dengan cermat, tetapi tidak ada alasan untuk terlalu khawatir, kecuali jika frekuensinya mulai meningkat dalam waktu dekat." ***